Kamis, 16 April 2009

Ku Mau Diam Saja


Kumau diam-diam saja
menghampirkan biduk ke pesisir
menambat penat
: sambutlah uluran tambang
sebentar ‘kan kita ikat
erat-erat dibatu karang

Kumau diam-diam saja
mengirim pasar basah
menyimak lagu ombak
: melangkah, mari!
kita berpesta, menari-nari
meningkahi kecipak riak

Kumau diam-diam saja
kita bersama lautan
dan sepotong rembulan


Pentingnya Seonggok Kesabaran


Malam ini rasanya agak berat untuk memejamkan mata, diluar rumah tampak begitu lengang…mungkin tetangga sudah pada terlelap diperaduannya. Aku masih sendiri, setelah melihat berita malam disalah satu stasiun TV. Sementara anak-anakku telah tertidur lelap sehabis belajar, dan istriku…..tadi meminta maaf untuk tidur lebih awal sehabis mengikuti taklim rabuan hingga jam 22.00 malam, mungkin dia kelelahan disamping kondisi bodynya yang kurang sehat. Ya Allah jadikanlah istriku, istri yang sholehah sebagai pejuang dakwah dan anak-anakku sebagai generasi penerus risalahmu, sebagai generasi Robbani.
Kulihat jam di dinding telah menunjukan angka 23 lewat, tapi mata ini masih belum juga bisa diajak kompromi untuk beristirahat. Akhirnya kucoba mengisinya dengan membaca buku, yang tentunya dengan mengingat diri terlebih dulu…….. Apa yang masih banyak kurangnya dalam diri ini? Ternyata banyak juga kurangnya, salah satu diantaranya aku terkadang masih kurang bersabar.
Akhirnya kuraih buku “Tazkiatun Nafs”nya Imam Ghazali, dimana beriau menjelaskan bahwa sabar adalah menahan diri (hati) dari keluh kesah, menahan mulut dari marah-marah (memaki-maki) dan anggota badan (tangan) dari memukul-mukul atau melempar-lempar. Beliapun menganalogikan sabar dengan hal-hal sebagai berikut : pisau yang tak pernah tumpul, prajurit yang tidak pernah kalah dalam peperangan, atau benteng yang tak pernah tertaklukan.
Untuk mampu meraih sabar sangat dibutuhkan usaha yang amat maksimal lagi berkesinambungan. Sebagaimana pisau yang tak pernah tumpul tentu dibutuhkan usaha maksimal plus istimrar (terus-menerus) untuk mengasahnya. Kesabaran dapat diraih dengan jalan senantiasa mengasah “iman”. Lalu mengapa iman harus diasah? Karena iman dan sabar laksana dua sisi pada keping uang logam. Sungguh tak dapat dipisahkan. Saking eratnya “persaudaraan” iman dan sabar, pantaslah bila Allah selalu menyeru untuk bersabar hanya kepada orang-orang yang beriman.
Mengasah iman agar tajam dapat diaplikasikan dalam bentuk memiliki “gudang ruhiah” dalam rumah hati kita. “Gudang ruhiah” tersebut harus senantiasa diisi penuh dengan segala bentuk aksesoris ruhiah. Kemudian dapat mendistribusikan kesabaran dalam setiap gerak hati, lisan dan perilaku. Yang akhirnya mataku mulai meminta untuk diistirahatkan alias aku kudu tidur.
Yah, memang bersifat sabar ternyata tidaklah semudah apa yang kita perkirakan, untuk mengasahnya kita musti rajin Qiamul-Lail yang ihsan dan indah, memperbanyak shaum sunnah, dan banyak berzikir. Setelah meletakkan buku “Tazkiatun Nafs”, aku menikmati dinginnya air malam sambil berwudhu untuk akhirnya………aku terbaring …ZZZZzzzzzzzzzzzzzzzzzz.

Rabu, 08 April 2009

Cuek is The Best


Pagi ini (9409) aku nggak seperti biasa dengan vespa tahun 1997 menuju stasiun Bekasi, tapi kali ini aku harus naik ojek. Pagi yang masih terlihat bekas hujan semalam, aku dengan "ojek" melintas di jalan Agus Salim Bekasi. Sedang asik2nya duduk di belakang bang ojek, kulihat sepeda motor melintas didepanku. Bukan sepeda motornya ataupun siapa pengandaranya, yang menggelikan dan membuat anganku bertanya2 adalah tulisan dibelakang kaos orange yang dikenakan pengendara tersebut. Sudah hurufnya super gede dan tulisannya itu loh......."CUEK Is THE BEST".


Sebenarnya sih nggak kaget2 amat karena kita mungkin sering mendengar kata2 tersebut seperti "Cuek Is The Best", EGP=Emang , Masa BodoGue Pikirinh, Bukan Urusanku.


Namun bisa pula ungkapan-ungkapan ini justeru memang lahir dari rahim individualisme yang mengekspresikan sikap tidak mau tahu, ketidakpedulian dan mementingkan diri sendiri (egosentris). Kulihat hari ini, pola pikir seperti ini sepertinya sudah mewabah dilingkungan masyarakat kita. Karena sadar atau tidak sadar, individuliasme mulai banyak terserap dan menyusun karakter manusia modern akibat pengaruh lingkungan dan gaya hidup. Sehingga gaya dan perilaku mementingkan diri sendiri dan masa bodoh kian hari kian mengental.


Dalam persepsi manusia individualis, masing-masing orang memiliki kebebasan dan kepentingan sendiri yang terpisah dan bebas. Karena prinsip yang dipegang adalah, apapun yang dilakukan, yang penting tidak mengganggu orang lain dan biarlah masing-masing orang mengurus diri dan kepentingannya.


Lalu, apakah akibat dari pola pikir individualis, cuek bebek dan egoisme akan mengikis empati dan kepedulian dalam diri. Melapukan serat-serat ukhuwah, membunuh rasa kasih sayang dan menambah lebar jurang perpecahan. Contoh yang sering kita lihat disekeliling kita adalah saat seseorang terbaring sakit, dalam sudut hatinya ada keinginan agar teman dan saudara-saudaranya saling mengabarkan kondisinya lalu menjenguk. Walau hanya sekedar menjenguk. Dan ada sesuatu yang akan mengganjal jika ternyata banyak yang cuek dan tak ambil peduli. Dan bukan mustahil, ganjalan hati tersebut akan menjadi virus pemicu keretakan ukhuwah.


Dalam skala yang lebih besar, negara misalnya, individualisme dan egoisme akan memunculkan pejabat-pejabat negara yang serakah dan sangat masa bodoh. Sudah tepatkah pilihan kita terhadap anggoda dewan yang kita pilih kemarin (9 April 2009). Padahal tugas utama pejabat adalah memperhatikan rakyat dan menyejahterakan mereka. Lalu apa jadinya jika mereka malah mementingkan diri sendiri dan cuek terhadap nasib rakyat?



Pola pikir individualisme, cuek bebek dan egoisme akan mengikis empati dan kepedulian dalam diri. Melapukan serat-serat ukhuwah, membunuh rasa kasih sayang dan menambah lebar jurang perpecahan. Misalnya, saat seorang terbaring sakit, dalam sudut hatinya ada keinginan agar teman dan saudara-saudaranya saling mengabarkan kondisinya lalu menjenguk. Meski hanya sekedar menjenguk. Dan ada satu yang akan mengganjal jika ternyata banyak yang cuek dan tak ambil peduli. Dan bukan mustahil, ganjalan hati tersebut akan menjadi virus pemicu keretakan ukhuwah.


Demikian buruknya individualisme hingga dalam beberapa nash syariat perilaku ini mendapat banyak kecaman. Sebaliknya, syariat secara langsung maupun tidak mengajarkan agar umat ini menjadi umat yang peka, penuh empati dan tidak individualisme; anjuran menjenguk orang sakit, salam dan berjabat tangan, mengutamakan orang lain, sedekah dan lain sebagainya.
Karenanya marilah belajar menajamkan empati dengan mengamalkan berbagai hal diatas, atau bias juga engan berkunjung ke panti asuhan, membantu langsung ke tempat terjadinya bencana alam dan lain sebagainya. Semoga Allah menumbuhsuburkan rasa empati dalam diri kita semua, agar hidup kita lebih bermakna bagi orang lain. Bukankah dibenak kita masih ingat apa yang diucapkan ustad kondang asal Bandung "Aa Gym" dengan formula 3Mnya - Mulai diri sendiri, Mulai dari yang kecil, Mulai dari lingkungan kita.



Minggu, 05 April 2009

LAPAR RUHANI


Karena ada materi kehidupan di dalam hati, maka ia bisa hidup, sakit, atau bahkan mati.

Sebenarnya tergantung pada “lifestyle” seperti apa yang dijalaninya, santapan apa yang dilahapnya, serta terapi apa yang ditempuhnya. Dan perbedaan di antaranya akan menghasilkan buah yang berlainan. Kadang bias sangat berbeda dan bahkan bertolak belakang. Karena hati bias lapar dan dahaga, ia membutuhkan makanan bernutrisi seimbang, serta minuman segar yang membuat rasa haus bubar. Dan hanya hati yang senantiasa menyantap hidangan lezat dan bergizi, rajin “berolah jiwa”, serta selalu melakukan sejumlah terapi penyembuhan dari gejala-gejala penyakit yang ada, yang akan beruntung. Sedang hati yang sebaliknya, akan memetik buah kegagalan yang beruntun.

Pada saat yang sama, berbagai “pengobatan alternatif” demi kesembuhan dan keseimbangan hati hanya mendatangkan sejumlah derita dan nestapa. Ia berjalan terengah-engah kepayahan membawa luka yang semakin bertambah parah.

Sesungguhnya, santapan terbaik bagi hati adalah iman, sedang obat terbaiknya adalah al-Qur’an, meski masing-masingnya adalah santapan sekaligus terapi penyembuhan. Keduanya akan menembus hati, menyadarkan, member tenaga, serta menyembuhkan berbagai penyakit yang ada didalamnya. Hingga hilanglah semua rasa lapar, dahjaga dan kepenatan jiwa. Tapi, ruhani manusia seringkali tak bias menjangkau dan merasai kandungannya.
Akar masalah sakit dan matinya hati adalah berpalingnya ia dari makanan dan minuman yang bermanfaat dan terapi pengobatan yang menyembuhkan. Ia terlanjur menyukai makanan dan minuman sampah yang, meski kadang sangat mahal, tidak mengandung apa-apa selain menjadi sumber berbagai penyakit. Bahkan sejatinya, ia pun tidaklah menghilangkan lapar dan dahaga, selain membuat perut penuh dan “sebah”. Tapi atas nama gaya, manusia sering merasa bangga meski harus berdusta kepada nuraninya sendiri.
Tak dihiraukannya lagi tubuh yang meronta menahan perih, lapar yang bertambah memusingkan krpala, jasad lunglai kehilangan tenaga, serta mata yang nanar kebingungan dan hilang kesadaran, hingga gagal membaca petunjuk kebenaran. Sedang telingapun telah lemah untuk mendengarkan seruan pulang.
Sungguh mengherankan, ruhani yang luar biasa lapar ini tak dirasai. Jiwa-jiwa angkuh yang sakit dan bahkan mati itu, telah merasa puas dan cukup. Bahkan hidangan dan obat terbaik bagi hatinya, iman dan al-Qur’an, telah dicampakkannya. Panji-panjinya telah jatuh, sebab hatinya yang rapuh tak mau lagi patuh.

Kebodohan telah membuat dirinya asyik dengan kebenaran versi sendiri. Untuk jiwanya yang sempit dan sakit, menjadikannya asing dengan kebenaran hakiki, bahkan tidak mengenalinya lagi. Sungguh, ia ibarat debu berterbangan. Hanya memerihkan pandangan namun tak cukup berharga. Atau serupa awan tak membawa hujan yang mengecewakan tanah gersang. Ia meracau dalam galau. Berjalan dan terus berjalan tanpa arah tujuan selain menunggu saat maut datang menjemput.

Ketika itulah kebenaran tak lagi bisa dibantahkan. Tangis penyesalan tak lagi mendatangkan belas kasihan. Tak takutkah kita, yang berlainan. Kadang bisa sangat berbeda.