Kamis, 29 Oktober 2009

Dahsyatnya Energi Waktu Malam


Pada waktu kecil yang kutahu bahwa waktu malam itu gelap, menakutkan pokoknya banyak cerita di kampong yang menyeramkan.
Namun, sejalan pertambahan usia. Ketika menginjak usia kelas 4 sd, ternyata waktu malam terasa mengasyikkan........aku lebih banyak bermain dengan teman2 sebaya justeru pada waktu malam.

Bahwa waktu-waktu malam adalah waktu yang syarat dengan kejadian-kejadian spiritual.

Allah telah membuat ketetapan di dunia ini, bahwa kita pasti akan mengalami dua keadaan :

1. Keadaan dimana matahari bersinar hingga segala sesuatu yang ada dibumi ini menjadi tampak oleh pandangan mata kita, dan keadaan demikian ini disebut sebagai waktu siang.
2. Keadaan dimana matahari tidak menampakkan sinarnya sehingga segala sesuatu tampak menjadi gelap dalam pandangan mata kita, kecuali hanya terlihat samar dan redup oleh baying-bayang rembulan dan bintang.

Allah berfirman dalam al-Qur’an :
“Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam………….” (QS. Faathir: 13).

Ada 2 ciri utama yang dimiliki waktu malam :
Pertama, suasana gelap karena ketika waktu malam matahari tidak menampakkan sinarnya, hanya cahaya rembulan dan bintang-bintang di langit yang membuat permukaan bumi terlihat samar sebagian. al-Qur’an menjelaskan :
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan” (QS. Yaasiin : 37)

Kedua, suasana hening dan sunyi senyap karena pada waktu malam seluruh makhluk hidup didunia seraya beristirahat. al-Qur’an telah menjelaskannya :
“Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat ………………….” (Qs. al-Furan : 47).

Bahwa dibalik keadaan seperti itu, sesungguhnya tersimpan energy dan kekuatan yang luar biasa. Diantara kekuatan yang terpancar pada waktu malam itu adalah sebagai berikut:
a. Menghidupkan dan Membukakan Mata Batin.
b. Mendatangkan konsentrasi dan Kekhyusukan.
c. Kekuatan Introspekdi.
d. Mendatangkan Keikhlasan dan Kejuruan dalam beramal.

Itulah sebagian yang masih dapat kita rasakan betapa Allah memberikan gambaran akan dahsyatnya energi pada malam hari. Maka..........mari kita raih sebanyak2nya energi waktu malam dengan bangun di 1/3 malam, tegakkan Qiyamullail, bermunajat kepada Sang Khalik pencipta Alam semesta ini.
Malam ini aku bersujud dihadapanmu Ya Allah,
Malam ini ku teteskan air mata ini hanya untuk Mu Ya Allah,
.......................

Rabu, 28 Oktober 2009

MENGAPA SEBAIKNYA KITA "RAJIN" BANGUN MALAM?


Mengapa waktu malam merupakan waktu yang begitu dahsyat? Hal itu dikarenakan waktu malam merupakan waktu yang sangat istimewa untuk berkomunikasi secara ghaib antara seorang hamba dengan Tuhannya, waktu mengalirnya berbagai kekuatan spiritual, serta waktu terlimpahnya rahmat dan kasih sayang Illahi. Sesungguhnya, ketika cahaya matahari mulai meredup saat malam mulai tiba, cahaya ma’rifatullah justru bersinar terang di malam hari.

Dalam al-Qur’an, Allah SWT, berfirman:
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi, dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.”(QS. Ad-Dukhaan: 3).
Pada ayat di atas, Allah menyifati malam sebagai waktu yang diberkahi. Walaupun malam yang penuh keberkahan itu ditujukan untuk malam tertentu, yakni malam al-Qadr, namun hal itu menandakan bahwa malam merupakan waktu yang penuh kemuliaan, keberkahan, dan kebaikan. Yang menjadi catatan disini adalah bahwa keistimewaan tersebut hanya diberikan untuk waktu malam, bukan untuk waktu siang.

Mengenai waktu malam, Rasulullah Saw juga telah bersabda:
“Dari waktu malam ada saat yang tidak mendapatkannya seorang muslim, sedangkan is meminta suatu kebaikan kepada Allah, kecuali Allah akan memberikan apa yang dimintanya, dan itu ada pada setiap malam.” (HR. Muslim)

Maksud hadits di atas, bahwa pada setiap malam di sepanjang tahun, selalu terdapat saat istimewa yang dirahasiakan Allah. Pada tiap malam tersebut, senantiasa terdapat saat-saat mustajab yang telah dijanjikan. Saat atau waktu istimewa seperti ini tidak dijumpai atau dimiliki oleh waktu siang, kecuali pada hari Jum’at.
Mengenai hari Jum’at, diterangkan bahwa hari tersebut merupakan hari yang utama dan agung. Hari terbaik yang disinari matahari. Pada hari tersebut, Adam As. Diciptakan, pada hari itu juga ia turunkan ke bumi, dan pada hari itu pula ia diwafatkan oleh Allah. Pada hari Jum’at, kelak, hari kiamat akan terjadi, hari ditiupnya sangkakala dan semua makhluk terkejut. Pada hari Jum’at terdapat suatu waktu, dimana Allah tidak menolak siapa saja yang memohon, asalkan bukan sesuatu yang haram. Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurarirah Ra., Rasulullah Saw bersabda :
”Sesungguhnya pada hari jum’at itu terdapat saat yang tidak mendapatkannya seorang hamba muslim, sedang ia berdiri sholat meminta suatu kebaikan kepada Allah, kecuali Allah akan memberi apa yang dimintanya.” (HR. Malik, Ahmad, Muslim, Nasa’i, dan Ibnu Majah).

Itulah diantaranya yang membuat waktu malam menjadi luar biasa, serta memiliki keistimewaan tersendiri.
Dalam hadits Rasulullah Saw. Juga banyak disebutkan bahwa pada setiap malam Allah SWT. Senantiasa turun kelangit dunia, memberi rahmat dan kasih sayang kepada para hamba-Nya yang bermunajat dan berdoa kepada-Nya. Hadits yang menyebutkan hal tersebut diantaranya ialah hadits yang diriwayatkan Utsman bin Abi al-’Ash Ra. Bahwa Rasulullah Saw bersabda :
”Sesungguhnya Allah ’Azza wa Jalla turun ke langit dunia pada setiap malam, lalu Dia berfirman: ’Adakah orang yang berdoa maka Aku akan mengabulkannya? Adakah orang yang memohon ampun maka Allah akan mengampuninya?” (HR. Thabrani).

Hal ini berarti bahwa setiap saat di waktu malam selalu diselubungi rahmat, ampunan, dan kasih sayang Allah. Pada waktu malam yang gelap dan sunyi itulah Allah turun kelangit dunia dan mendekat kepada para hamba-Nya. Namun, tidak demikian dengan waktu siang, Allah turun di waktu siang hanya pada saat tertentu saja, yakni pada pada siang hari Arafah. Dalam hadits yang diriwayatkan Jabir Ra., Rasulullah Saw bersabda:
”Jika hari Arafah tiba, Rabb ’Azza wa Jalla turun ke langit dunia untuk membanggakan mereka kepada para malaikat.” (HR. Ibnu Abid Dunya, Bazzar, dan ”Abdurrazaq).
Diriwayatkan dari Ummu Salamah Ra. Bahwa Rasulullah Saw. Bersabda:
”Sebaik-baik hari adalah hari Arafah. Allah Azza wa Jalla turun pada hari itu ke langit dunia.” (HR. Dailami).

Hal ini, sekali lagi, menunjukan bahwa waktu malam adalah waktu yang sangat istimewa.
Mari..................kita tingkatkan untuk senantiasa bangun diwaktu malam dengan meningkatkan kualitasnya, artinya kita bangun diwaktu malam tapi untuk beribadah agar kita semakin dekat Allah ’Azza wa Jalla, bukan kita bangun diwaktu malam tapi lantaran hanya untuk menonton Sepak Bola
Mari kita tumbuhkan statement dalam diri dan keluarga ”TIADA HARI TANPA TAHAJUD”, dan mari dukung terus GERAKAN BERTAHAJUD lewat kelompok kecil milis flexi ”go2tahajud”.

Senin, 26 Oktober 2009

Agungkan Kumandang ADZAN

Jika kita yang butuh, mestinya kita akan datang mencari tanpa disuruh. Shalat “khususnya”, zakat dan ibadah lain sejatinya adalah kebutuhan primer kita. Dengannya kita akan mendapatkan sesuatu yang paling penting dalam hidup ini, ketenangan dan keselamatan dunia akhirat. Adapun Allah, sama sekali tidak butuh dengan semua itu. Andai seluruh manusia beriman dan berbakti ata
u sebaliknya, kafir dan menghianati, kebesaran Allah tidak akan terkurangi.


Subhanallah. Dengan segala rahmat-Nya, Allah mensyariatkan adzan sebagai panggilan dan peringatan bagi hamba-Nya. Demikian cinta dan sayangnya Allah pada hamba, hingga sesuatu yang mestinya kita perhatikan melebihi lapar dan pekerjaan, tetap Allah ingatkan.

Tapi coba renungkan, saat panggilan Allah berkumandang, apa yang kita lakukan?

Alih-alih diam mendengarkan, kebanyakan kita malah sering tak menghiraukan. Padahal syariat menggariskan, jika mendengar adzan kita disunahkan menjawab, berdoa dan menghadiri undangan dengan shalat berjamaah.


Beda persepsi, beda pula reaksi. Orang yang menganggap adzan hanya sebagai tanda masuk waktu shalat, hanya akan diam sebentar –mungkin menjawab-, berkata dalam hati ”oh sudah dhuhur...” dan meneruskan pekerjaannya lagi.

Lain halnya dengan yang memahami bahwa adzan bukan hanya sekedar tanda masuk waktu, tapi lebih sebagai panggilan Allah untuk shalat wajib berjamaah di masjid. Setelah diam dan menjawab adzan, segala pekerjaan akan ditinggalkan dan segera memenuhi undangan menjadi dhaifullah (tamu Allah).

Jika kita renungi, akan kita temukan betapa adzan mengandung makna yang luas dan dalam. Selain takbir yang mengingatkan kita akan kebesaran Allah dan selain Allah adalah kecil dan remeh, termasuk pekerjaan kita, juga lafadz syahadah yang mengingatkan kita akan ikrar kita untuk selalu taat dan tunduk pada-Nya semata.

Kemudian, lafal ajakan untuk shalat, seperti ingin mengetuk nurani kita, benarkah di hati kita hanya Allah-lah yang paling Agung?

Jujurkah ikrar syahadat kita?

Masing-masing kita seakan diuji dengan panggilan agung ini, lima kali dalam sehari. Adakah kita termasuk orang-orang yang mencari kebahagiaan hakiki ataukah orang-orang yang lalai karena dunia yang fana ini?


Mendengar, menjawab dan mendatangi.

Itulah adab terbaik saat panggilan agung ini berkumandang. TV, radio ataupun suara yang berasal dari komputer atau yang lain hendaknya dimatikan, bukan sekedar dikecilkan.

Menjawab adzan dengan lafadz yang disunahkan juga tidak layak kita tinggalkan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang memerintahkan :

”Jika kalian mendengar panggilan (adzan) maka ucapkanlah seperti yang diucapkan muadzin” (HR, Muslim).

Adapun cara menjawab adzan, dalam kitab al-Adzkar, Imam Nawawi menyebutkan bahwa jawaban adzan adalah seperti lafadz adzan kecuali pada ”hayya ’alashalah” dan ”hayya ’alalfalah” yaitu dengan ucapan ”la haula wala quwwata illa billah” dan pada tatsa’ub (ash shalatu khairunminannam) dengan ”Sadaqta wabararta” (Engkau benar dan engkau telah menunaikan).


Sekali lagi, adzan adalah undangan, bukan sekedar pemberitahuan. Karena pada dasarnya shalat fardhu haruslah dilaksanakan dengan berjamaah. Dan dengan adzan, kaum muslimin, khususnya laki-laki, diajak untuk menunaikan shalat fardhunya dengan berjamaah dimasjid., bukan dirumah atau dipojok ruangan kerjanya.

Memang, jumhur memutuskan bahwa shalat fardhu berjamaah di masjid hukumnya sunah muakkad. Akan tetapi beberapa ulama berpendapat bahwa hal tersebut wajib mengingat betapa kerasnya peringatan Rasulullah saw akan hal ini. Dalam kitab Shahih-nya, Imam al bukhari menuliskan ”Bab Wajibnya Shalat Berjamaah”.

Rasulullah saw bersabda :

”Dengan jiwaku yang berada di tangan-Nya, sungguh aku bertekad menyuruh pengumpulan kayu bakar, kemudian kau suruh seseorang adzan untuk shalat, dan seseorang untuk mengimami, lalu aku pergi kepada orang-orang yang tidak ikut shalat berjamaah dan aku bakar rumah mereka” (Mutafaq alaih).

Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan bahwa Rasulullah saw tidak memberi keringanan bagi seorang buta untuk tidak ikut berjamaah di masjid.

Sabda Rasulullah saw :

”Barangsiapa menunaikan shalat isya dengan berjamaah, maka seakan-akan ia telah shalat setengah malam dan barangsiapa shalat Shubuh berjamaah, maka seakan-akan ia telah shalat semalam suntuk” (HR. Muslim).

”Shalat seorang lelaki yang dilaksanakan berjamaah akan lebih utama dua puluh tujuh derajat dari pada shalat sendirian” (HR. Muslim).

Jika ancaman demikian keras dan fadhilah yang terkandung sangatlah besar, lantas apalagi yang kita pikirkan?

Kita diperintahkan agar menjalankan perintah Allah semampu kita sedang Allah Maha tahu sejauh mana sebenarnya kita telah berusaha.


Kamis, 08 Oktober 2009

Mendayagunakan Potensi Waktu


Waktu demi waktu yang sudah kita jalani. Jika mau jujur, tiap desah napas adalah satu langkah menuju kubur. Perayaan ulang tahun, sebenarnya adalah perayaan berkurangnya jatah umur kita. Alangkah ruginya jikalau kita menjalani sesuatu yang begitu berharga lalu kita sia-siakan dia.
Begitu urgennya masalah waktu, sampai ada yang mengatakan, ”Jika engkau ingin tahu manusia yang paling bodoh, lihatlah orang yang diberi modal dan modalnya dihamburkan sia-sia”.
Tidak bisa kita pungkiri bahwa satu-satunya yang tidak bisa direm adalah waktu. Setiap orang mempunyai jatah yang sama, 24 jam. Orang yang sukses dengan orang yang gagal, begitu pun calon ahli surga dan calon ahli neraka, waktu yang diberikan kepada mereka semua adalah sama.
Yang jadi persoalan adalah bagaimana mengelola waktu agar menjadi manfaat di dunia dan di akhirat?

Karena itulah Allah SWT, meletakkan waktu sebagai nilai yang menentukan timbangan kerugian dan keuntungan manusia dalam hidupnya.

QS. Al-’Ashr : 1-3 :
”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan saling menasehati dalam menaati kebenaran dan nasihat menasihati dalam menetapi kebenaran”.

Surat al-’Ashr di atas memang laksana lautan tak bertepi. Setiap kali kita men-tadabburi-nya, setiap itu pula kita menemukan makna-makna baru yang menuntut kesadaran baru yang lebih intens dalam soal waktu. Paling tidak, dari surat tersebut kita yakin bahwa setiap manusia hanya akan menghabiskan waktunya dalam kerugian, kecuali mereka yang memiliki kemampuan memanfaatkan waktu untuk empat perkara.

Pertama, orang yang pasti beruntung adalah orang yang setiap hari bertambah kekuatan iman dan keyakinannya terhadap kebenaran. Jadi kalau orang bertambah usia tapi tidak mengerti hidup ini untuk apa dan diabdikan untuk siapa?
Dia tidak mengerti agama, tidak mengerti iman, maka hidupnya benar-benar sia-sia saja. Hidupnya hampa karena perbuatannya tidak dilandasi niat ibadah karena Allah.
Jadi maaf-maaf saja, orang punya harta, gelar, pangkat, jabatan, punya segala-galanya, tapi tidak punya iman, dia termasuk orang yang merugi. Bobot pahala tidak dihitung dari semua itu. Betapa kasihan dia, sudah sibuk luar biasa didunia tapi ketika mati hanya jadi bangkai, lalu hanya dosa-dosanya saja yang akan dihitung. Naudzubillah min dzalik.
Lantas bagaimana agar iman menjadi kuat? Pupuk penguat iman adalah ilmu. Jika kita tidak pernah mencari ilmu, maka sama saja dengan menanam pohon tanpa memupuknya. Lambat laun pohon akan layu, menguning, kering dan mati.

Kedua, ciri orang yang beruntung adalah mereka yang dapat memanfaatkan setiap waktunya menjadi amal shaleh. Kita tidak perlu dipusingkan dengan apa yang akan kita dapatkan, karena pahala dan balasan dari setiap amal tidak akan tertukar. Tidak ada yang tertukar dari karunia dan balasan Allah. Yang harus kita pikirkan setiap waktu adalah bagaimana agar setiap detik waktu kita bisa menjadi amal baik?

Ketiga, ciri selanjutnya adalah orang yang mendakwahkan kebenaran. Orang itu beruntung kalau menjadi contoh kebaikan, sehingga setiap orang akan meniru kebaikannya, Insya Allah pahala kebaikan itu juga akan mengalir untuknya.
Maka, kalau kita ingin termasuk orang-orang yang beruntung, usahakanlah agar setiap waktu membuat diri kita bagaikan cahaya matahari. Menerangi orang-orang yang berada dalam kegelapan.

Keempat, ciri terakhir, orang itu yakin bahwa setiap waktu yang dia jalani akan banyak menghadapi cobaan-cobaan. Oleh karena itu, hanya orang-orang yang mempunyai kesabaran didalam menegakkan kebenaran inilah yang beruntung. Sebab jika kita tidak sabar, kita akan goyah, rontok, tidak menjadi contoh, dan akhirnya kita tidak memperoleh apapun di akhirat kelak. Kekuatan pribadi untuk saling menasehati dalam kebenaran adalah bagian dari keberuntungan yang kita miliki.

Oarang yang cantik jelita maupun gagah rupawan serta memiliki jabatan dan kedudukan tinggi, tapi tidak mengenal Allah, tidak beramal shaleh, dan pribadinya hanya menjadi contoh keburukan, maka hidupnya hanyalah kerugian. Karena sehebat apapun topeng duniawi yang kita miliki hanya bersifat sementara. Semuanya akan mati. Masalahnya, apakan kematian itu khusnul khatimah (baik di akhirnya) atau su’ul khatimah (jelek diakhirnya)? Semua itu pada khirnya lebih bergantung dari bagaimana cara kita mengisi waktu demi waktu dalam hidup ini.

Dengan demikian, marilah kita jadikan setiap detik begitu berarti sehingga cukup menjadi sarana untuk memacu peningkatan kualitas dan pemahaman kita terhadap kebenaran. Sehingga iman kita semakin menebal, amal kita semakin produktif, kualitas akhlak meningkat dan kesabaran kita menjadi teladan dalam menetapi kebenaran.


Sehingga panjang pendeknya umur kita menjadi sangat berarti, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
”Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang diberi panjang umurnya dan baik amalannya. Dan sejelek-jeleknya manusia adalah orang yang diberi umur yang panjang dan jelek amalannya.” (HR Ahmad).

Semoga bermanfaat.

Minggu, 04 Oktober 2009

BERBATIK RIA DI KANTOR

Sungguh suatu peristiwa yang membanggakan (walau terbilang telat), UNESCO telah menetapkan pada tanggal 2 Oktober 2009 sebagai hari BATIK Nasional.

Suasana di kantorku berbatik ria bak sedang kondangan, saat menikmati hidangan sebagai rasa syukur atas berkah hari ini


Wah...asyik juga nih, yang mana dulu yah yang akan aku santap..he he he


Suasana akrab selalu mewarnai tim ku dimanapun berada, bahkan di meja makanpun kita all ways akuurrrrrr