Senin, 18 Januari 2010

PERSAHABATAN


Sore itu hujan masih setia mengguyur ibu kota,perjalananku menuju stasiun Gambirpun mulai tertahan lantaran sepanjang jalan Kebon Sirih macet total.
Akhirnya aku sampai juga di stasiun Gambir, setelah membeli karcis KRL Express jurusan Bekasi.
Kulangkah kan kaki menuju lantai dua, diantara kebisingan suara kereta api, suara derasnya hujan dan hiruk pikuknya calon penumpang........
Aku dikagetkan suara halus yang berdesir ditelingaku...
"Mas troi yah!?" terdengar lembut ditelingaku.
Kuberhentikan langkahku dan...............setelah kutengok, berdiri seorang wanita cantik disamping laki-laki yang pas buat pendampingnya.
Setelah ngobrol dan saling menceritakan keadaan keluarga.....akhirnya kami saling berpisah. Aku yang ke Bekasi sedang Dia bersama keluarganya ke Yogya.

Peristiwa itulah, mengingatkan kembali saat-saat kami beraktifitas di organisasi Remaja Masjid, Karang Taruna sehingga menggugahku untuk mengingat kembali seperti yang di dendangkan oleh Kahlil Gibtan.

Dan jika berkata, berkatalah kepada aku tentang kebenaran persahabatan?
Sahabat adalah kebutuhan jiwa, yang mesti terpenuhi.
Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau panen dengan penuh rasa terima kasih.

Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu.
Karena kau menghampirinya saat hati lapa dan mencarinya saat jiwa butuh kedamaian.
Bila dia bicara, mengungkapkan pikirannya, kau tiada takut membisikkan kata “tidak” di kalbumu sendiri, pun tiada kau menyembunyikan kata “ya”.

Dan bilamana ia diam, hatimu tiada ‘kan henti mencoba merangkum bahasa hatinya; karena tanpa ungkapan kata, dalam rangkuman persahabatan, segala pikiran, hasrat, dan keinginan terlahirkan bersama dengan sukacita yang utuh, pun tiada terkirakan.

Di kala berpisah dengan sahabat, janganlah berduka cita; Karena yang paling kaukasihi dalam dirinya, mungkin lebih cemerlang dalam ketiadaannya, bagai sebuah gunung bagi seorang pendaki, nampak lebih agung daripada tanah ngarai dataran.

Dan tiada maksud lain dari persahabatan kecuali saling memperkaya ruh kejiwaan. Karena kasih yang masih menyisakan pamrih, di luar jangkauan misterinya, bukanlah kasih, tetapi sebuah jala yang ditebarkan: hanya menangkap yang tiada diharapkan.

Dan persembahkanlah yang terindah bagi sahabatmu.
Jika dia harus tahu musim surutmu, biarlah dia mengenal pula musim pasangmu.
Gerangan apa sahabat itu hingga kau senantiasa mencarinya,
untuk sekadar bersama dalam membunuh waktu?

Carilah ia untuk bersama menghidupkan sang waktu!
Karena dialah yang bisa mengisi kekuranganmu, bukan mengisi kekosonganmu.
Dan dalam manisnya persahabatan, biarkanlah ada tawa ria berbagi kebahagiaan.
Karena dalam titik-titik kecil embun pagi, hati manusia menemukan fajar jati dan gairah segar kehidupan.

Rabu, 13 Januari 2010

SENSITIF TERHADAP WAKTU


Menunda amal kebaikan karena menantikan kesempatan yang lebih baik adalah tanda kebodohan yang memengaruhi jiwa (Ibnu Atha’ilah)
Sesungguhnya waktu akan menghakimi orang yang menggunakannya. Saat kita menyia-nyiakan waktu, maka waktu akan menjadikan kita orang sia-sia.
Saat kita menganggap waktu tidak berharga, maka waktu akan menjadikan kita manusia tidak berharga. Demikian pula saat kita memuliakan waktu, maka waktu akan menjadikan kita orang mulia. Karena itu, kualitas seseorang terlihat dari cara ia memperlakukan waktu.
Allah SWT menegaskan bahwa orang rugi itu bukan orang yang kehilangan uang, jabatan atau penghargaan. Orang rugi itu adalah orang yang membuang-buang kesempatan untuk beriman, beramal dan saling nasihat-menasihati (QS Al Asher [103]: 1-3).
Ciri Orang Yang Merugi
Ciri pertama adalah gemar menunda-nunda berbuat kebaikan. Ibnu Athailah menyebutnya sebagai tanda kebodohan, “Menunda amal kebaikan karena menantikan kesempatan yang lebih baik adalah tanda kebodohan yang memengaruhi jiwa.
Mengapa orang suka menunda-nunda?
Pertama, ia tertipu oleh dunia. Ia merasa ada hal lain yang jauh berharga dari yang semestinya dilakukan. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. Demikian firman Allah dalam QS Al A’laa [87] ayat 16-17.
Kedua, tertipu oleh kemalasan. Malas itu penyakit yang sangat berbahaya. Orang malas tidak akan pernah meraih kemuliaan di dunia dan akhirat. Tidak ada obat paling manjur mengobati kemalasan, selain mendobraknya dengan beramal.
Ketiga, lemah niat dan tekad, sehingga tidak bersungguh-sungguh dalam beramal. Salah satunya dengan terus menunda. Seorang pujangga bersyair, Janganlah menunda sampai besok, apa yang dapat engkau kerjakan hari ini. Juga, Waktu itu sangat berharga, maka jangan engkau habiskan kecuali untuk sesuatu yang tidak berharga.
Ciri kedua, tidak sensitif terhadap waktu. Islam memerintahkan kita untuk sensitif terhadap waktu. Dalam sehari semalam tak kurang lima kali kita diwajibkan shalat. Sehari semalam, lima kali Allah SWT mengingatkan kita akan waktu. Shalat pun akan bertambah keutamaannya bila dilakukan di masjid, berjamaah dan tepat waktu. Karena itu, orang-orang yang mendirikan shalat, pasti memiliki manajemen waktu yang baik.
Sesungguhnya, kita hanya akan perhatian terhadap sesuatu yang kita anggap penting. Demikian pula dengan waktu. Jika kita menganggap waktu sebagai modal terpenting, maka kita akan sangat sensitif dan perhatian terhadapnya. Kita tidak akan rela sedetik pun waktu berlalu sia-sia. Orang yang perhatian terhadap waktu terlihat dari intensitasnya melihat jam. Ia sangat sering melihat jam. Ia begitu perhitungan, sehingga kerjanya efektif dan cenderung berprestasi. Penelitian menunjukkan semakin seseorang perhatian dengan waktu, semakin berarti dan efektif hidupnya. Ia pun lebih berpeluang meraih kesuksesan.
Orang sukses itu tidak sekadar punya kecepatan, namun ia punya percepatan. Kecepatan itu bersifat konstan atau tetap, sedangkan percepatan itu menunjukkan perubahan persatuan waktu. Artinya, orang sukses itu senantiasa melakukan perbaikan. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Hal ini senada dengan sabda Rasulullah SAW bahwa orang beruntung itu hari ini selalu lebih baik dari kemarin. Lain halnya dengan orang konstan; hari ini sama dengan kemarin. Rasul menyebutnya orang rugi. Sedangkan orang yang hari ini lebih buruk dari kemarin disebut orang celaka.
Saudaraku, orang yang memiliki percepatan, hubungan antara prestasi dengan waktu hidupnya menunjukkan kurva L. Dalam waktu yang minimal, ia mendapatkan prestasi maksimal. Itulah Rasulullah SAW. Walau usianya hanya 63 tahun, namun beliau memiliki prestasi yang abadi. Demikian pula para sahabat dan orang-orang besar lainnya. Semuanya berawal dari adanya sensitivitas terhadap waktu.

Senin, 04 Januari 2010

fenomena TAHUN BARU


Semarak perayaan datangnya tahun baru demikian meriah digelar di berbagai penjuru. Semua orang berpesta ria merayakannya. Terompet, kembang api, topi pesta, musik, bahkan minuman keras selalu ada. Setiap tahun manusia tidak lupa untuk menyambut datangnya tahun baru. Bahkan sangat ditunggu-tunggu.
Apa sebetulnya yang dirayakan pada malam pergantian tahun baru 2009 - 2010 ? Tahun 2009 yang baru kita lalui bersama, bukanlah tahun yang cemerlang, dan sama sekali bukan tahun yang ringan. Kasus pelanggaran susila sedemikian tinggi angkanya. Badan Narkotika Nasional mengabarkan, tingkat kematian akibat narkoba setiap hari kurang lebih 41 orang. Kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang masih menggunung dan bahkan tahun ini adalah puncaknya. Lalu, apakah kondisi seperti itu patut kita rayakan dengan berpesta pora?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dalam bukunya bertajuk Iqtidha' Ash-Shirath Al-Mustaqim jilid II halaman 517, menegaskan: "Perayaan pesta tahun baru adalah tradisi orang-orang kafir sehingga secara syariat mengikuti tradisi ini hukumnya sangat terlarang. Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim hadir di perayaan itu dan tidak boleh pula mengucapkan selamat kepada mereka. Barangsiapa berdoa pada hari itu,yang tidak dibaca doa itu pada hari-hari selainnya, maka doanya tidak diterima dan barangsiapa yang memberikan hadiah pada hari itu yang tidak biasanya ia berikan pada hari hari lainnya, maka hadiahnya tidak diterima, khususnya jika hadiah itu menyerupai tradisi mereka,". Subhanallah........Ampunilah hambamu ini ya Allah, yang dalam perjalanan hidup hingga kini pernah melakukan hal seperti itu.