Jumat, 18 Juni 2010

ABAH, maafin Inyong yaa......!!




“Bila Anda pernah membuat mereka menangis sedih maka Anda harus membuat mereka kembali tersenyum bahagia


Badan masih merasakan dingin…lantaran hujan yang masih mengguyur pelataran tempat persinggahanku, rupanya secangkir kopi hangat yang disuguhkan sang bidadariku belum mampu jua…….mengusir dingin yang sedari tadi setia mendekapku.


Dan aku menjadi teringat kepada teman lamaku. Beberapa hari yang lalu aku menerima telepon dari salah seorang teman kuliah yang sudah lama sekali tak pernah terdengar kabarnya. Pembicaraan yang semula menyenangkan tentang hari-harinya di tempat kerja dan kegembiraan acara wisuda yang baru saja ia lalui, berubah menjadi perbincangan yang sangat menyentuh hati ketia ia bertutur tentang ayahnya.


Kesehatan Ayahnya yang memburuk membuatnya harus menjalani rawat inap dirumah sakit. Karena penyakit yang dideritanya, Ayahnya susah tidur dan suka berceloteh sendiri. Temanku yang sudah beberapa hari terakhir tidak pernah tidur karena menjaga ayahnya, menjadi jengkel dan berkata dengan ketus pada ayahnya agar ayahnya diam dan tidur dengan tenang. Ayahnya menjawab bahwa ia juga sebenarnya ingin beristirahat karena ia sudah lelah sekali.

Semenjak dialog itu, ayahnya menjadi tak sadarkan diri dan harus menjalani perawatan di ICU (Intensive Care Unit). Dia begitu menyesali kata-kata yang tidak selayaknya keluar dari mulut seorang anak kepada ayahnya sendiri.


Saudaraku,

seringkali kita mengeluh ketika menemani atau menjaga orang tua kita hanya dalam hitungan tahun, bulan, hari, jam, bahkan dalam hitungan menit. Tapi pernahkah kita terpikirkan bahwa orang tua kita menemani dan menjaga kita seumur hidup kita dan seumur hidup mereka. Sejak lahir hingga dewasa, bahkan hingga tiba saatnya ajal menjemput, mereka selalu menyertai kita. Ketika pada akhirnya mereka menghadap Sang Kuasa pun, seluruh kenangan yang mereka tinggalkan selalu menyertai selama hidup kita.


Bayangkan betapa hancur hati kedua orang tua kita lantaran (hanya) sepatah kata yang singkat "tidak", yang keluar dari mulut kita. Apalagi kata itu keluar di saat mereka sedang membutuhkan kita. Entah kata apalagi yang paling tepat untuk menggantikan kata "tangis" bila tiada lagi air mata yang keluar dari kedua mata mereka.


Sekarang tinggal tergantung diri kita sendiri, maukan kita meluangkan waktu yang sangat singkat itu namun besar artinya untuk sepanjang perjalanan hidup kita.

Islam telah memberikan sebuah teladan yang baik. Bahkan dalam urusan mengeluarkan bulir katapun Islam telah mengaturnya. Kita tidak diperkenankan mengucapkan kata-kata kasar kepada ibu dan bapak kita. Bahkan hanya mengatakan "Hus" Aah atau yang lain saja tidak boleh, apalagi mengatakan segala hal yang menyakitkan tentang diri mereka.


Aku jadi tersentak..........

Rasa rindu pada Ayahku pun membuncah........

Aku langsung menelepon Abah dan Ema (panggilan pada ayah dan iibuku semenjak kecil) yang kini berada dikampung halaman.

Seperti biasa, saat ku berbicara dengan Abah.......bulir-bulir air mata tak elakkan lagi....jatuh membasahi pipiku..........


Ya Rabb kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan semua orang yang beriman pada hari diadakannya perhitungan (hari kiamat),

Ya Rabb kami, sayangilah kedua orang tuaku sebagaimana mereka telah menyayangiku semenjak aku kecil hingga dewasa,


Akhirnya aku berpamitan dengan kedua orang tua......dan kututup telepon genggamku, dengan tetesan air mata yang masih membasahi pipiku.......semoga air mata inilah sebagai saksi bahwa rindu, cinta dan kasih sayang masih tertanam diriku pada kedua orang tuaku dan ku berharap semua ini takkan mudah pudar, amin




Tidak ada komentar:

Posting Komentar