Rabu, 08 Desember 2010

Langkah Kakiku Tuk Ber-Hijriah


Tak terasa waktu bergulir begitu cepatnya, tahun 1431H akan meninggalkan kita dengan segudang perjalanan hidup yang mewarnai kehidupan kita, dan tahun 1432H akan hadir dihadapan kita tentunya ku berharap dapat menebarkan amal sholeh yang lebih baik dari tahun yang lalu.

Kita saat ini berada di penghujung pergantian tahun 1431 Hijriyah dan memasuki Tahun Baru 1432 Hijriyah. Sebagaimana diketahui umat Islam menghitung permulaan tahun kalender internasional dari peristiwa sejarah yang memiliki nilai penting sebagai tolok ukur kebangkitan umat hingga akhir zaman. Peristiwa bersejarah itu ialah hijrah yang dilakukan Rasululah SAW bersama para sahabat dari Mekkah ke Yastrib (Madinah).

Perlu dipahami bahwa hijrah Rasulullah dan para sahabat ke Madinah pada waktu itu sama sekali bukan karena keinginan untuk sengaja meninggalkan tanah airnya, akan tetapi karena perintah dari Allah SWT sebagai bagian dari strategi dakwah dan sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk melaksanakan ajaran-Nya. Setelah hijrah terbentuklah masyarakat Madinah yang penuh dengan kedamaian, ketenangan, persamaan, kesejahteraan, keadilan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Peristiwa hijrah yang monumental telah berlangsung 14 abad yang lampau dan tidak akan terulang lagi. Namun hikmah dan nilai-nilainya tetap abadi sampai sekarang dan hingga akhir zaman. Hikmah terpenting dari momentum Tahun Baru Hijriyah, ialah memperbarui tekad, semangat dan upaya untuk melakukan perbaikan dan peningkatan dalam berbagai bidang kehidupan.

Perintah untuk melakukan hijrah dalam arti berpindah secara fisik demi untuk menyelamatkan masa depan Islam yang sedang terancam sudah tidak ada lagi setelah pembebasan kota suci Mekkah. Tetapi hijrah dalam pengertian maknawi, seperti hijrah dari sifat malas dan putus asa kepada ketekunan berusaha, hijrah dari perilaku curang dan korup kepada perilaku adil dan jujur, hijrah dari kemaksiatan kepada ketakwaan, serta hijrah dari perangkap kemiskinan yang mendekatkan kepada kekufuran menuju kehidupan yang layak dan bermartabat, tetap relevan sepanjang masa. Berbagai peristiwa dan kondisi memprihatinkan yang bagai benang kusut terjadi dalam kehidupan bangsa kita pada saat ini, hanya dapat diatasi dengan mengimplementasikan ajaran dan nilai-nilai hijrah.

Pesan hijrah bernilai abadi karena setiap Muslim dituntut untuk mengupayakan kehidupan diri dan masyarakat di sekitarnya menjadi lebih baik dalam pergantian hari dan tahun. Sabda Rasulullah SAW menyatakan, `’Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari kemarin, adalah orang yang beruntung. Bila hari ini sama dengan kemarin, berarti orang merugi, dan jika hari ini lebih jelek dari kemarin, adalah orang celaka.” Dalam Alquran diungkapkan keterkaitan antara hijrah dengan turunnya rahmat Allah.

Firman Allah SWT dalam Alquran, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman,orang-orang yang berhijrah, dan berjuang di jalan Allah, merekalah (orang-orang yang) mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al Baqarah [2]: 218) Sudah menjadi sunnatullah bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka sendiri tidak berusaha mengubah dirinya.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (ar-Ra’d [13]:11) Oleh karena itu, menyambut pergantian tahun Hijriyah perlu disertai dengan kesadaran yang kuat untuk melakukan upaya-upaya konkret dalam membangun kualitas umat dalam berbagai bidang, termasuk upaya menanggulangi kemiskinan. Esensi hijrah adalah perubahan perilaku ke arah yang lebih baik dan positif, menyingkirkan segala keburukan dan kerusakan serta menghadirkan kemaslahatan dalam kehidupan umat dan bangsa.


Kamis, 25 November 2010

Wanita Penghuni Surga...Cantiknya Bidadari


Terheran-heran. Tapi itulah kenyataan. Seseorang – yang mungkin dengan mudahnya – melepas jilbabnya dan merasa enjoy mempertontonkan kecantikannya. Entah dengan alasan apa, kepuasan pribadi, materi dunia, popularitas yang semuanya berujung pada satu hal, yaitu hawa nafsu yang tak terbelenggu.

Padahal… nun di surga sana, terdapat makhluk yang begitu cantik yang belum pernah seorang pun melihat ada makhluk secantik itu. Dan mereka sangat pemalu dan terjaga sehingga kecantikan mereka hanya dinikmati oleh suami-suami mereka di surga.

Berikut ini adalah kumpulan ayat dan hadits yang menceritakan tentang para bidadari surga.

Harumnya Bidadari

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sekiranya salah seorang bidadari surga datang ke dunia, pasti ia akan menyinari langit dan bumi dan memenuhi antara langit dan bumi dengan aroma yang harum semerbak. Sungguh tutup kepala salah seorang wanita surga itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kecantikan Fisik

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rombongan yang pertama masuk surga adalah dengan wajah bercahaya bak rembulan di malam purnama. Rombongan berikutnya adalah dengan wajah bercahaya seperti bintang-bintang yang berkemilau di langit. Masing-masing orang di antara mereka mempunyai dua istri, dimana sumsum tulang betisnya kelihatan dari balik dagingnya. Di dalam surga nanti tidak ada bujangan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

كَذَلِكَ وَزَوَّجْنَاهُم بِحُورٍ عِينٍ

“Demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari.” (Qs. Ad-Dukhan: 54)

Abu Shuhaib al-Karami mengatakan, “Yang dimaksud dengan hur adalah bentuk jamak dari haura, yaitu wanita muda yang cantik jelita dengan kulit yang putih dan dengan mata yang sangat hitam. Sedangkan arti ‘ain adalah wanita yang memiliki mata yang indah.

Al-Hasan berpendapat bahwa haura adalah wanita yang memiliki mata dengan putih mata yang sangat putih dan hitam mata yang sangat hitam.

Sopan dan Pemalu

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati bidadari dengan “menundukkan pandangan” pada tiga tempat di Al-Qur’an, yaitu:

“Di dalam surga, terdapat bidadari-bidadari-bidadari yang sopan, yang menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan? Seakan-akan biadadari itu permata yakut dan marjan.” (Qs. Ar-Rahman: 56-58)

“Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya.” (Qs. Ash-Shaffat: 48)

“Dan pada sisi mereka (ada bidadari-bidadari) yang tidak liar pandangannya dan sebaya umurnya.”

Seluruh ahli tafsir sepakat bahwa pandangan para bidadari surgawi hanya tertuju untuk suami mereka, sehingga mereka tidak pernah melirik lelaki lain.

Putihnya Bidadari

Allah Ta’ala berfirman, “Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (Qs. ar-Rahman: 58)

al-Hasan dan mayoritas ahli tafsir lainnya mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah bidadari-bidadari surga itu sebening yaqut dan seputih marjan.

Allah juga menyatakan,“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam kemah.” (Qs. Ar-Rahman: 72)

Maksudnya mereka itu dipingit hanya diperuntukkan bagi para suami mereka, sedangkan orang lain tidak ada yang melihat dan tidak ada yang tahu. Mereka berada di dalam kemah.

Baiklah…ini adalah sedikit gambaran yang Allah berikan tentang bidadari di surga. Karena bagaimanapun gambaran itu, maka manusia tidak akan bisa membayangkan sesuai rupa aslinya, karena sesuatu yang berada di surga adalah sesuatu yang tidak/belum pernah kita lihat di dunia ini.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Azza wa Jalla berfirman, “Aku siapkan bagi hamba-hamba-Ku yang shalih sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas oleh pikiran.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Setelah mengetahui sifat fisik dan akhlak bidadari, maka bukan berarti bidadari lebih baik daripada wanita surga. Sesungguhnya wanita-wanita surga memiliki keutamaan yang sedemikian besar, sebagaimana disebutkan dalam hadits,

“Sungguh tutup kepala salah seorang wanita surga itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan lagi, seorang manusia telah Allah ciptakan dengan sebaik-baik rupa,

“Dan manusia telah diciptakan dengan sebaik-baik rupa.” (Qs. At-Tiin: 4)

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?”

Beliau shallallahu’‘alaihi wa sallam menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak tampak.”

Saya bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?”

Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutra, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, ‘Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.’.” (HR. Ath Thabrani)

Subhanallah. Betapa indahnya perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebuah perkataan yang seharusnya membuat kita, wanita dunia, menjadi lebih bersemangat dan bersungguh-sungguh untuk menjadi wanita shalihah. Berusaha untuk menjadi sebaik-baik perhiasan. Berusaha dengan lebih keras untuk bisa menjadi wanita penghuni surga..

Nah, tinggal lagi, apakah kita mau berusaha menjadi salah satu dari wanita penghuni surga?

Maraji’:
Mukhtashor Hadil al-Arwah ila Bilad al-Afrah (Tamasya ke Surga) (terj), Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah.

Penulis: Ummu Ziyad Fransiska Mustikawati dan Ummu Rumman Siti Fatimah
Muroja’ah: Ust. Aris Munandar

Rabu, 10 November 2010

PERBAIKILAH SYAHADAT ANDA


IBARAT sebuah bangunan, syahadat adalah pondasi. Bangunan tanpa pondasi akan mudah roboh oleh serangan badai. Musim hujan tidak bisa dijadikan tempat berteduh. Dan pada musim kemarau tidak bisa dijadikan untuk melindungi diri dari sengatan sinar matahari. Keislaman seseorang tanpa pondasi iman yang kokoh tidak mampu mengubah pola pikir dan sikap mental seseorang. Syahadat akan menjadikan aktivitas keislaman kita melahirkan ruhul jihad.

Tuntutan syahadat adalah amanah yang berat dipikul secara fisik dan rohani. Musa ketika bertanya kepada Allah tentang syahadat, Allah menjawab bahwa seandainya syahadat dalam satu timbangan dan langit, bumi dan seisinya ditambah tujuh langit pada timbangan yang lain, maka tidak akan cukup menyamai beratnya timbangan Kalimah Tauhid itu.

Syahadat identik dengan sebuah komitmen, persaksian, baiat, dan janji setia. Syahadat adalah refleksi dan aktualisasi iman. Bukan sebatas SK, MoU. Dengan mengucapkan kalimat syahadat berarti seseorang telah mengikat janji dengan Allah, bersumpah, dan hanya siap secara lahir dan batin untuk diatur oleh syariat-Nya.

Ada beberapa implikasi jika seorang telah mengucapkan syahadat. Diantaranya adalah;

  • . Syahadat juga sebagai bukti pengakuan terhadap keesaan Allah saja.
  • · Mengakui Allah Sebagai Pencipta ( QS, Al Anam : 102, QS. Al Mukmin : 43).
  • · Tidak ada pemberi rezeki selain Allah ( QS. Hud : 6, QS. Fathir : 3).
  • · Merasa tidak ada yang memberi manfaat dan madharat selain Allah (QS. Al Anam : 17, QS. Al Maidah : 76, QS. Yunus : 107).
  • · Tidak ada yang mengatur alam semesta selain Allah (QS. As Sajdah : 5). Tidak ada yang menjadi pelindung selain Allah (QS. Al Baqoroh : 257, QS. Al Maidah : 55).
  • · Tidak ada yang berhak menentukan hukum selain Allah (QS. Al Anam : 57,114, QS. Yusuf : 40).
  • · Tidak ada yang berhak memerintah dan melarang selain Allah (QS.Al Araf : 54).
  • · Tidak ada yang berhak menentukan undang-undang selain Allah (QS. Asy Syura : 21).
  • · Tidak ada yang berhak ditaati selain Allah (QS. Ali Imran : 32, 132). Semuanya itu tersimpul, tidak ada yang berhak disembah puja (diibadahi) selain Allah (QS. Thoha : 14).
  • · Janji setia ini harus didahulukan dengan ikhlas, ilmu, yakin, benar dan dengan penuh mahabbah sebelum terikat dengan janji-janji yang lain.
“Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian dari dulu. Dan (begitu pula) dalam (al Quran) ini supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu menjadi saksi atas segenap manusia.” (QS. Al Hajj (22) : 78).

Karena sebuah perjanjian kepada Allah, maka ia harus dinomorsatukan. Sebab tiada yang paling penting dalam kehidupan ini selain Allah. Perjanjian kepada Allah kita junjung tinggi; yang pertama dan yang terakhir. Allah adalah penentu kehidupan ini. Dialah yang menguasai ubun-ubun kita. Sekalipun besar pengaruh kekuasaan, kekayaan, kepandaian seseorang tidak akan mampu menolak fenomena penciptaan dari-Nya. Siapa yang bisa menolak proses kejadian manusia, dimulai pada masa menjadi janin, masa kanak-kanak, masa muda, masa dewasa, masa tua (beruban), datangnya musibah dan kematian? Allah tempat bergantung semua makhluk di dunia ini.

Tuhan kata Dr. Imaduddin Abdul Rahim (alm) adalah sesuatu yang mendominasi kita sedemikian rupa, dan kita siap dihegemoni oleh sesuatu itu. Jika kekuasaan, harta, wanita mendominasi diri kita sehingga kita rela berkorban apa saja yang kita miliki selama 24 jam untuk meraihnya dan melupakan yang lain, berarti ketiganya adalah Tuhan kita.

Semua bentuk perjanjian yang lain harus diklarifikasi terlebih dahulu. Boleh kita berjanji dengan isteri kita, tetapi janji itu sifatnya relatif, bersyarat, yaitu dalam kerangka penegakan syariat Islam di lingkungan keluarga. Sehingga pernikahan antara dua anak Adam akan menambah kekuatan, kejayaan Islam dan kaum muslimin. Jika ikatan kekeluargaan antara suami isteri hanya memenuhi kebutuhan biologis semata, apalagi dalam prosesi pelaksanaannya tidak mengindahkan nilai-nilai Islam, maka ikatan demikian adalah haram hukumnya.

Rasulullah Saw. Bersabda: “Tidak ada seorang pun yang mentaati apa-apa yang diinginkan oleh (hawa nafsu) seorang istri, melainkan pasti Allah akan membenamkan ke dalam neraka.”

Demikian pula dalam kerjasama bisnis, jangan sampai bersebrangan dengan janji dengan Allah. Kita dituntut teliti apakah ada pasal-pasal tertentu yang menyalahi syariat? Jika perjanjian tersebut menguntungkan Islam, tidak menjadi masalah. Tetapi jika melecehkan harga diri kaum muslimin, maka harus dibatalkan sekalipun menjanjikan keuntungan milyaran rupiah.

Dalam bidang politik kita tidak dilarang untuk membangun koalisi, aliansi, kaukus politik dengan aliran, organisasi, intitusi, kelompok, perkumpulan apa saja dengan syarat mengikuti aturan main yang islami. Menjunjung tinggi nilai keadilan, persatuan, supremasi hukum, dan nilai-nilai moral sebagai panglima. Kita dilarang untuk mengadakan konspirasi jahat. Bekerjasama dalam kebatilan dan kerendahan akhlak.

“Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya.”
(QS. Al Maidah (5) : 2).

Ibnu Jarir mengomentari ayat ini ‘ al Istmu’ artinya meninggalkan apa yang diperintahkan untuk dilaksanakan, dan kalimat ‘al ‘Udwan’ artinya melampau batas terhadap ketentuan Allah dalam agamamu dan melangkahi apa yang difardhukan atas dirimu dan selainmu (Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir I, hal. 478).

Berkaitan dengan ayat ini, Rasulullah Saw. bersabda : “Tolonglah saudaramu yang berbuat zhalim dan yang dizhalimi, dikatakan: Ya Rasulullah, ini saya menolongnya yang terzhalimi, bagaimana saya menolongnya jika ia berbuat zhalim? Ia menjawab: engkau cegah dan halangi dari perbuatan zhalim, maka itulah menolongnya.” (HR. Bukhari dan Ahmad dari Anas bin Malik).

Berkata Ahmad dari Yahya bin Witsab - ada seorang lelaki dari sahabat Nabi saw- berkata: seorang mukmin yang bergaul dengan manusia dan sabar atas gangguan, mereka lebih besar pahalanya dari orang yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar atas gangguan mereka.

Dengan syahadat sesungguhnya kita tidak memiliki hak apapun terhadap diri kita. Semuanya telah kita jual dan kita wakafkan kepada Allah. Maka jika kita ingin membangun sebuah ikatan, apapun bentuknya dan dengan pihak manapun, dengan syarat tidak menodai komitmen keislaman, syahadat kita. Harus izin kepada pemilik diri kita, Allah SWT.

“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al Anam (6) : 162).

Janji yang kita ulang-ulang lebih dari 17 kali di atas tidak boleh kita khianati. Kita dituntut konsisten, komitmen dan konsekuen terhadap janji yang telah kita ikrarkan. Jika janji kepada Allah saja berani kita dilanggar, apalagi janji yang kita ucapkan kepada makhluk-Nya?

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul, dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”
(QS. Al Anfal (8) : 27).

Ketika bersyahadat maka pada saat itu kita harus bangga sebagai muslim. Identitas sebagai muslim harus melekat pada diri kita di mana saja dan kapan saja. Islam adalah darah daging kita. Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang muslim (QS. Ali Imaran (3) : 64).

Syahadat kita nyatakan sejak awal keislaman kita dan kita pertahankan sampai akhir hayat kita. Inilah yang dinamakan istiqomah. Istiqomah berarti tegak lurus pada garis yang ditetapkan oleh Allah. Ibarat kereta api, istiqomah adalah melewati rel yang ada, bergesar sedikit akan fatal akibatnya.

“Inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan kepadamu agar kamu bertaqwa.”
(QS. Al Anam (6) : 153).

Dari Ibnu Masud berkata (mengomentari ayat di atas): Pada suatu hari Rasulullah saw membuat garis untuk kita, kemudian bersabda: ini jalan Allah, kemudian membuat garis dari arah kanan dan kirinya kemudian bersabda: inilah jalan-jalan, setiap jalan darinya ada syetan yang mengajak menuju ke arah jalan itu kemudian beliau membaca ayat sesungguhnya ini adalah jalanku yang lurus maka ikutilah jalan itu (shafwatut Tafasir I, hal. 429).

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil persaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.”
(QS. Al A’raf (7) : 172).

Firman Allah Swt diatas menerangkan bahwa janji setia, syahadat, baiat untuk loyal kepada Allah, sesungguhnya telah diikrarkan oleh semua calon manusia kepada Allah sejak di alam rahim. Jawaban terhadap tawaran Allah begitu mantap, karena pada saat itu keindahan, kekuasaan Allah tidak tertandingi oleh yang lain. Bertuhan inheren dengan fitrah manusia (sesuatu yang melekat pada dirinya sejak lahir).

Dengan demikian, komitmen bersyahadat harus kita introdusir secara terus-menerus, agar kesadaran hanya Allah yang dijadikan tumpuhan harapan dalam kehidupan ini tidak luntur. Perbaharuilah syahadatmu dengan (mengucapkan) Laa ilaaha illallah kembali jika persaksianmu dengan Allah jika dinilai mulai melenceng!

(Sumber : Shalih Hasyim Kolumnis Hidayatullah.com)

Minggu, 07 November 2010

AKU INGIN NAIK HAJI


Setiap musim haji (sebutan orang di kampungku), aq sering membayangkan indah dan nikmatnya beribadah di tanah suci, sungguh suatu keinginan yang harus dapat kurealisasikan.
Berhaji merupakan cita-cita hampir setiap Muslim tidak terkecuali dengan diri saya. Berhaji tidak seperti ibadah shalat yang dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja, atau kewajiban puasa yang datang setiap tahun yang dapat diganti dengan fidyah kalau ada uzur (halangan tertentu), ibadah haji merupakan ibadah yang sangat istimewa. Kewajiban berhaji adalah kewajiban satu kali seumur hidup yang tertentu waktu dan tempatnya.

Ibadah haji dalam pelaksanaannya, diperlukan tak hanya keikhlasan menjalaninya tapi juga pengetahuan yang cukup.

"Alhamdulillah....Ya Allah, Engkau telah buktikan untuk yang kesekian banyaknya akan janjimu untuk mengabulkan permohonan hambanya........."sepenggal ucapan ku digagang telepon saat aku menerima kabar tentang lulusnya aku mendapatkan reward pergi haji dari kantorku. Linangan air mata tak dapat lagi ku bendung bersamaan kurebahkan sujudku pada Mu diantara meja kursi tempat ku bekerja (sekitar awal tahun 2008).

Tak lama kemudian aku coba menghubungi sang Bidadari.......ku kabarkan berita baik ini padanya......tak banyak kata yang terucap hanya rasa syukur dan suara yang terbata-bata, aku tahu......pasti saat berbicara tadi...sang Bidadari tak kan sanggup membendung linangan airmata.

Tepat pada tanggal 19 Maret 2008, kami para calhaj abidin alias calon haji atas biaya dinas, berkumpul di ruang rapat SDM untuk bersilaturrahim sekaligus sosialisasi tentang rencana haji tersebut. Kami semua akan di berangkatkan lewat Yayasan Haji & Umrah "Al-Istiqomah Bekasi".

Manusia hanya dapat merencanakan dan hasil akhir adalah atas kekuasaan Allah swt semata.
Aturan kuota di Propinsi Jawa Barat ada perubahan total sehingga memangkas jumlah kuota di Kota Bekasi.

Dan dampak itu juga dirasakan oleh teman-teman dalam satu angkatan calhaj, yang sampai hari ini belum ada kabar kepastiannya....kapan kami berangkat.

Alhamdulillah........semua peristiwa itu pasti ada hikmah yang akan Allah tunjukan kepada kita. Semoga kami dan teman-teman yang lain diberi kesabaran, keikhlasan dalam menyikapi hal ini.

Ada sedikit yang mungkin dapat kita lakukan dalam menunggu kepastian keberangkatannya. Insya Allah bermanfaat untuk kita semua........

1. Perbanyak Doa kepada Allah SWT
Doa adalah cermin dari keinginan yang kuat. Kita meminta kepada Allah SWT karena Dia lah Yang Berwenang untuk mengundang seseorang ke Baitullah. Seberapa banyak keinginan kita pergi haji bisa dilihat dari doa kita, apakah kita pernah atau sering berdoa meminta kepada Allah untuk (pergi haji) ini atau tidak.

2. Kuasai Manasik Haji
Jika kita sudah maksimal berdoa, mari dorong juga dengan kesiapan ilmu tentang haji.
Ini tentu saja akan membuktikan kesungguhan doa kita dihadapan Allah. Bukankah kita minta kepada Allah agar ketika kita sekali pergi haji, langsung mendapat haji mabrur? Nah itu dimulai dari penguasaan ilmu ibadah haji.

3. Perbanyak mengikuti walimatus safar
Perbanyak mengikut walimatus safar dalam rangka: satu, membuktikan keinginan dan tekad kita (dihadapan Allah SWT); dua, meminta doa dari yang akan pergi haji (terutama minta didoakan ketika berada di tempat-tempat mustajab doa); tiga, mendengarkan kisah-kisah perjalanan haji insyaAllah menguatkan tekad kita; empat, mendapatkan tips-tips ibadah haji yang nyaman; empat, mengenal medan haji yang katanya sangat menguji fisik.

4. Perbanyak mendengar pengalaman ibadah haji
Ini sangat penting untuk menguatkan tekad kita. Bukankah ada hadits nabi yang mengatakan: “Kawan pendamping yang sholeh ibarat penjual minyak wangi. Bila dia tidak memberimu minyak wangi, kamu akan mencium keharumannya. Sedangkan kawan pendamping yang buruk ibarat tukang pandai besi. Bila kamu tidak terjilat apinya, kamu akan terkena asapnya. (HR. Bukhari)”

5. Lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan ibadah
Jika kita dekat dengan Allah, tentu Allah juga dekat dengan kita, dan tidak sungkan-sungkan untuk mengabulkan keinginan kita.

Demikian kira-kira tips ini dapat menguatkan niat, kerinduan dan tekad kita agar Allah berkenan mengundang kita untuk menunaikan ibadah haji.

Satu lagi, ibadah haji itu menuntut kekuatan fisik yang prima. Oleh karena itu, agar kita bisa maksimal beribadah, ibadah haji ini disarankan dilakukan di sebelum tua, yaitu ketika fisik kita masih kuat.

Wallahu a’lam bish-shawab. Semoga bermanfaat.
Teriring doa.. Ya Allah, semoga hambamu ini dan sang Bidadari, beserta orang-orang yang dicintainya , bisa menunaikan ibadah haji tahun depan.
Amin


Rabu, 20 Oktober 2010

INGIN RINDUKU BERUJUNG SURGA


Aku dikagetkan oleh suara alarm hpku, suasana begitu hening, kulirik jam dinding yang tengah menunjukan pukul 02.05 wib, kutengok anak-anakku yang sudah tertidur begitu lelapnya, begitu pula dengan sang bidadari....... kucoba untuk bangun dari tempat tidurku dan kulangkahkan kaki ini menuju kamar mandi, "uhh betapa segarnya air di 1/3 malam ini" diwaktu seperti inilah sifat air justeru memperkuat tulang-tulang kita. Hal ini pulalah mungkin yang menyebabkan kakekku dahulu sering mandi di 1/3 malam dan tak lupa menunaikan Qiyamullail.
Usai menunaikan shalat Tahajud dan bermuhassabah, disela-sela menunggu azan subuh...... anganku menerawang pada sosok yang tak sedikit memberikan arti dalam hidupku ini........

Saudaraku,
Perbanyaklah menziarahi generasi awal ummat ini. Engkau akan temukan sebuah kerinduan yang “aneh”. Kerinduan pada malam. Secara khusus kerinduan pada akhir malam. Suatu saat di mana mereka menuntaskan kerinduan yang bertalu-talu sepanjang hari. Suatu saat di mana mereka menjawab seruan Allah di setiap penghujung malam, “Apakah ada pemohon ampunan yang ingin Aku ampunkan? Apakah ada pemohon pertolongan yang Kuberikan pertolongan?” Suatu saat di mana mereka sungguh-sungguh mencari sumber kekuatan diri menuju Allah.

Perhatikanlah bagaimana ‘Atha ibn Abi Rabah menggambarkan saat-saat itu sebagai “penghidup badan, cahaya hati, penerawang wajah, kekuatan yang memancar pada pandangan mata bahkan pada seluruh anggota tubuh. Dahulu bila seorang menghidupkan malamnya, ia akan menyambut pagi dengan riang gembira. Dan ketika ia tertidur darinya. Ia akan memasuki saat pagi dengan kesedihan yang luar biasa. Ia seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga.”

Begitulah kerinduan pada malam itu menguasai jiwa-jiwa mereka. Kerinduan itu bahkan membawa mereka pada sebuah padang kesedihan bila malam-malam itu akan segera berakhir. Ketika pagi akan menyingsing dalam hitungan beberapa saat saja. Dengarkanlah bagaimana Imam Sufyan Ats-Tsaury menyatakan hal ini, “Bila saat malam tiba aku sungguh merasa gembira, dan bila saat pagi tiba sungguh aku merasa sedih.”

Malam-malam itu mengantarkan mereka pada sebuah kedekatan yang dalam kepada Sang Rabbul ‘alamin. Kelezatan munajat yang menggairahkan. Dan itulah saat dimana mereka membangun sebuah jalan indah menuju Surga Allah. “Wahai sekalian manusia, tebarkanlah salam, berikanlah makan dan shalatlah di waktu malam saat semua manusia terlelap, niscaya kalian akan masuk Surga dengan selamat.” Demikian sabda Nabi Shallahu Alaihi wa Sallam suatu ketika – diriwayatkan oleh At-Tirmidzy-.

Bila suatu ketika, mereka terluputkan dari saat malam yang indah itu, mereka segera saja mencurigai dan menuduh diri sendiri sebagai penyebabnya. Seprti kata Al-Hasan Al-Basry, “Sungguh seseorang itu melakukan dosa yang kemudian menyebabkan ia terhalangi untuk bangun di saat malam.”

Suatu ketika seorang pria menemuinya. “Wahai Abu Sa’id –begitu ia dipanggil- ! Entah mengapa qiyamullail begitu melelahkan…..”

Maka Hasan Al-Bashry mengatakan padanya, “Wahai saudaraku, mohon ampunlah kepada Allah, bertaubatlah padanya, sebab itu sesungguhnya sebuah tanda keburukan.”

Jadi dugalah apa yang akan dikatakan Al-Hasan Al-Bashry bila melihat jiwa-jiwa kita terlalu lemah untuk itu! Semua karena dosa-dosa yang tak terperikan. Bila sudah demikian adanya, mungkinkah kita dapat menjelma menjadi perindu-perindu malam? Itulah rindu yang membawa mu berujung pada surga Firdaus.


Sabtu, 11 September 2010

Kemenangan Apa Yang Kita Dapat Tahun ini?




Suasana lebaran masih terlihat dikeseharian umat hingga hari kedua ini,

suasana silaturrahmi ku bersama saudara masih diwarnai makanan khas lebaran.....ada ketupat, opor ayam, rendang, sambel goreng ati dan seonggok kue kering khas lebaran.

Pokoknya urusan perut di hari lebaran nggak susah mencarinya.

Namun akan semua hanya itu yang perlu kita peroleh dihari nan fitri ini?


Saudaraku,

Mungkin kita masih ingat bahwa ada tiga kata yang paling banyak dibicarakan pada bulan Ramadhan. Yaitu Puasa, Taqwa dan Lailatul Qadar. Bulan Ramadhan, sebagai bulan kita berpuasa satu bulan penuh, bulan yang mencetak kita menjadi orang bertaqwa, dan didalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan, malam lailatul qadar.

Saudaraku,
Mungkinkah ada di antara kita yang merasa jenuh dengan ceramah-ceramah Ramadhan?
Merasa bahwa materi yang disampaikan tentang Ramadhan itu berulang dari tahun ke tahun, dan membuat sebagian orang bosan. Merasakan tak ada hal baru yang disampaikan tentang Ramadhan, sampai lalu menganggap tidak perlu lagi mengulang-ulang informasi tentang Ramadhan. Subhanallah..........

Saudaraku,

Di dunia ini bukan hanya kita. Selain itu, kita sendiri juga pasti sangat memerlukan pengingatan, yang mengingatkan kita tentang keutamaan Ramadhan, kemuliaannya, agar kita bisa melakukan sesuatu yang baik di bulan ini di banding bulan Ramadhan tahun lalu.

Lihatlah firman Allah Swt yang juga menjelaskan pentingnya pengingatan itu. Allah swt berfirman, “Fa dzakkir fa inna dzikra tanfa’ul muminin……” Peringatan berguna untuk orang beriman saja, dan tidak berguna bagi orang yang tidak beriman. Kenapa kita menolak untuk diingatkan kembali tentang Ramadhan? Marilah buka lembar-lembar Fi Zhilal Al Qur’an, karya monumental Sayyid Quthb rahimahullah. Saat berbicara tentang Rasulullah saw ia menuliskan, “Rasul saw adalah seorang yang mengingatkan. Ia harus mengingatkan dan harus terus menerus mengingatkan meskipun berhadapan dengan orang yang menolak dan yang mendustainya, itu karena peringatan itu bermanfaat bagi orang beriman dan tidak bermanfaat bagi orang selain mereka, yakni orang-orang yang menentang Allah. Pengingatan adalah tugas utusan Allah, sementara apakah orang kemudian menerima atau sesat, itu diluar dari tugas Rasul.” (fi Zhilaal Al Qur’an, 1/3386).

Saudaraku,

Ada lagi yang berbeda dan perlu kita ingat. Bahwa Ramadhan tahun ini pasti berbeda dengan Ramadhan tahun lalu.

Untuk ku…………

Ramadhan tahun ini, aku berada dilingkungan kerja yang berbeda dari tahun lalu….

Ramadhan tahun ini, jarak tempuh ku ke tempat kerja lebih jauh dari tahun lalu….

Ramadhan tahun ini, targetku melakukan taraweh keliling dari masjid ke masjid yang berbeda….

Dan masih banyak yang mungkin tak perlu ku ungkapkan disini……

Memang kita hidup di bulan Ramadhan yang berbeda dengan situasi tingkat ketaatan dan kemungkaran yang berbeda. Kita melewati bulan Ramadhan tahun ini dengan tensi semangat dan kelalaian yang berbeda. Sepertinya bulan Ramadhan tahun ini, kita lewati dengan suasana penuh keprihatinan ditengah suasana duka dan miris. Bencana alam, keburukan pemimpin yang terus terungkap, kemiskinan yang menjalar ke mana-mana. Belum lagi bila kita lemparkan pandangan pada kondisi kaum Muslimin di berbagai belahan dunia. Di Palestina, di Amerika, dan di berbagai pelosok bumi Allah ini.


Saudaraku,

Bulan suci dan mulia ini sudah berulangkali melewati sejarah Islam. Jika Ramadhan tahun ini terjadi pada tahun 1431 Hijriyah, berarti ada seribu empat ratus tiga puluh satu kali umat Islam melewati Ramadhan. Dan sepanjang rentang sejarah itu, Ramadhan menorehkan peristiwa-peristiwa besar bagi sejarah Islam.

Bukalah kembali catatan sejarah Islam kita. Maka kita akan menemukan begitu banyak peristiwa besar dan mempengaruhi perjalanan umat manusia setelahnya, yang terjadi dibulan Ramadhan.

Di bulan Ramadhan tahun kedua hijriyah, kita mengukir kemenangan di perang Badar, di tahun kedelapan kita menang dengan penaklukan Makkah dan penghancuran berhala. Di bulan Ramadhan tahun 584 Hijriyah, dalam perang Hittin, kaum Muslimin dipimpin Shalahuddin Al Ayyubi dapat mengalahkan kaum Salib dan membebaskan Masjid Al Aqsha. Di bulan Ramadhan tahun 1393 Hijriyah, kaum Muslimin menang dalam peperangan pertama melawan Israel. Dan bahkan di bulan Ramadhan 1365 Hijriyah, umat Islam di Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya dari penjajahan Belanda.


Saudaraku,

Kita merenung sejenak dari hingar bingarnya kehidupan dunia,

Apa kemenangan generasi kita di Ramadhan 1431 H ini?

Atau, sederhanakan lagi pertanyaannya, apa kemenangan dalam lingkungan diri kita sendiri, di Ramadhan tahun ini? Adakah kemenangan yang kita peroleh?




Selasa, 07 September 2010

MenaNgislah Untuk Perpisahan Ini


angin malam masih menerpaku hingga….saat sujud ku terakhir shalat taraweh.

angin malam masih mendinginkan seluruh tubuhku hingga….saat kening ku menempel di atas sajadah.

saat bibirku mengalunkan doa tuk panjatkan ke haribaan Rabb Sang Penguasa Alam Semesta, tak kuasa hingga air mataku menetes…………..

ku tak kuasa ,tuk berpisah dengan mu………….Ya Ramadhan


Saudaraku,

Apakah kita termasuk yang merindukan kehadiran bulan Ramadhan. Jika ya, inilah keindahan bulan yang kita sangat rindukan itu sedang bersama kita. Inilah detik demi detik waktu, kita lalui bersama. Inilah masa-masa bahagia, masa-masa semakin dekatnya jiwa bersama Allah, masa-masa kedamaian hati yang belum tentu kita temui saat ia tidak bersama kita lagi.


Saudaraku,

Hiruplah dalam-dalam udara malam-malamnya. Hiruplah dalam-dalam udara sahurnya. Kita kini sedang berada pada hari-hari perpisahan yang sangat memilukan. Perpisahan dengan bulan mulia yang telah hadir bersama seluruh keindahan dan keistimewaannya bersama kita. Perpisahan dengan bulan terindu yang keutamaannya tak dapat dikalahkan oleh apapun yang terindah dalam hidup.

Jika Rasulullah SAW bersabda, : "Barangsiapa melakukan satu ibadah sunnah dalam bulan Ramadhan, maka ia seperti orang yang melakukan ibadah wajib di bulan selain Ramadhan. Dan barang siapa yang melakukan ibadah wajib di bulan Ramadhan maka ia seperti orang yang melaksanakan 70 ibadah wajib di selain bulan Ramadhan.” (HR Ibnu Khuzaimah). Maka, berpisah dengan bulan ini berarti kita meninggalkan kesempatan meraih pahala kebaikan yang berlipat-lipat.


Jika Rasulullah SAW bersabda, “Ada dua kegembiraan bagi orang yang berpuasa, kegembiraan saat berbuka dan kegembiraan tatkala bertemu dengan Allah.” (HR. Al Bukhari dan Muslim). Maka, perpisahan dengan bulan ini, berarti terlewatinya dua momentum kegembiraan di kala buka puasa itu.

Jika Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa karena keimanan dan semata-mata mengharap pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu. (HR. Al Bukhari dan Muslim). Maka, perpisahan dengan bulan ini adalah hilangnya kesempatan kita untuk memperoleh ampunan Allah SWT terhadap dosa-dosa kita yang menggunung.


Saudaraku,

Jika Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menunaikan qiyamul lail pada bulan Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan pahala, niscaya akan diampuni dosa-dosa-nya yang telah lalu.” (HR Al Bukhari dan Muslim). Maka usainya kebersamaan kita dengan bulan Ramadhan adalah lenyapnya kesempatan kita untuk menunaikan sholat malam dengan jaminan pahala ampunan atas dosa dan kehilafan, yang kita sudah tenggelam didalamnya.


Jika Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang shalat taraweh bersama imam hingga selesai, akan ditulis baginya pahala shalat semalam suntuk.” (HR. Abu Dawud, At tarmidzi, An Nasai dan Ibnu Majah). Lalu bagaimana dengan kualitas ibadah shalat taraweh yang sudah kita lakukan? Perpisahan dengan bulan suci ini, berarti juga kita akan kehilangan pahala shalat taraweh. Kehilangan pahala semalam suntuk.


Saudaraku,

Jika para salafushalih, selama bulan ini berlomba memperbanyak membaca Al Qur’an. Malaikat Jibril memperdengarkan Al Qur’an kepada Rasulullah SAW pada bulan Ramadhan, Utsman bin Affan menghatamkan Al Qur’an setiap hari pada bulan Ramadhan. Jika Imam Asy-Syafi’I menghatamkan Al Qur’an sebanyak enam puluh kali di luar shalat dalam bulan Ramadhan.


Saudaraku,

Jika mereka demikian tinggi semangat dan mujahadahnya membaca Al Qur’an di bulan Ramadhan. Bagaimana dengan ibadah membaca Al Qur’an yang kita lakukan? Bila Ramadhan berlalu, berarti kita pun kehilangan kesempatan agung untuk memperoleh barakah istimewa dari membaca Al Qur’an di bulan ini.

Jika Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS Al Qadr: 1-3).

Maka perginya bulan ini dari sisi kita, berarti terlewatinya kesempatan yang tak pernah terbayar dalam seluruh hidup kita sekalipun. Berarti, lenyapnya kesempatan kita memperoleh keberuntungan 1000 bulan yang sangat jauh lebih lama ketimbang usia kita sendiri.


Saudaraku,

Jangan sia-siakan detik detik perpisahan ini. Rasakan benar-benar kehadiran kita di sini, di bulan ini. Lantunkan dzikir, tilawah Al Qur’an, munajat, permohonan ampunan di sini.

Buang kepenatan, hilangkan rasa lelah. Hanya untuk hari-hari terakhir menjelang perpisahan dengan bulan penuh kemuliaan. Kejarlah segala yang terluput dari diri kita pada malam Lailatul Qadr.

Sekarang, saudaraku. Jangan tunda lagi.

Dan, menangislah. Karena kita pun harus berpisah dengan bulan ini.

Hanya harap dan pintaku pada Mu Ya Rabb,

semoga kami dipertemukan kembali dengan Ramadhan Mu tahun depan, amin