Rabu, 11 Mei 2011

Rasulullah SAW Sang Profesional Sejati


Sadar ataupun tidak, ketika memasuki bulan Rabi’ul Awwal ingatan sebagian besar kaum muslimin tertuju kepada peristiwa lahirnya Nabi muhammad Saw. Perselisihan antara boleh tidaknya memperingati maulid seringkali menguras dan menyita waktu dan tenaga kita. Lebih baik perhatian kita arahkan kepada prestasi Nabi Muhammad Saw mengukir profesionalisme dalam kerja, sudahkah kita mencontohnya?

Siapakah yang lebih beriman daripada Rosulullah saw, siapa pula yang lebih sholeh amalnya dibandingkan Beliau, dan siapakah yang lebih profesional daripada Rosulullah Saw? Segudang prestasi yang gemilang berhasil Beliau ukir dalam tempo waktu yang singkat. Beliau berhasil membenahi generasi yang Jahiliyyah menjadi generasi yang berakhlak, generasi yang mati harapan masa depannya menjadi generasi yang hidup dengan sejuta harapan, dialah generasi terbaik (Khairu Ummah)

Di tengah kesibukan Beliau sebagai kepala rumah tangganya yang besar, disela-sela aktifitas Beliau sebagai panglima perang, sebagai pemimpin ummat, Beliau mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik tepat pada waktunya dengan hasil yang memuaskan. Tak pernah terdengar suara keras dari rumah tangga Beliau, isteri-isteri Beliau pun hidup penuh rukun, demikian pula kepiawaian Beliau memimpin pasukan tidak menjadikan Beliau berbuat semena-mena terhadap prajuritnya, dan tak ada satu persoalan ummat pun yang tidak dapat tertangani dengan baik.

Membangun moral dalam efektifitas waktu
Bayangkan jika setiap detik waktu membuahkan hasil, berapa banyak kebaikan yang akan terukir. Begitulah Rasulullah Saw mengajarkan kaum mukminin untuk mengefektifkan setiap waktunya untuk beramal, sebab ia adalah bagian yang akan dimintakan pertanggung jawabannya  kelak di akhirat.

Ini kah yang mengilhami Nabi Zakariya dan Nabi Ibrahim A.S. untuk tetap bersabar menuai harap anugerah keturunan meski di usia tua? Tengoklah bagaimana peran rasulullah Saw sebagai da’i tetap terlihat meski saat ajal menghampiri, dari Malik telah sampai kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Telah aku tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya; Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya." (H.R. Malik, No: 1395), dan ini pula yang mengukir prestasi seorang kakek lanjut usia untuk meneruskan bercocok tanam meski logika usianya tak menerima tuk memetik buah.

Membangun moral dalam berilmu dan beramal
Singkronisasi antara ilmu dan amal sangat dibutuhkan dalam membangun profesionalisme kerja. Apa arti ilmu yang tak berbuah amal, dan bagaimana jadinya amal yang dilakukan tanpa dasar ilmu? Lagi-lagi Islam sangat menjunjung tinggi kesesuaian antara ilmu dan amal, sebab keduanya adalah bagian yang akan dipertanggung jawabkan kelak di akhirat. Tak aneh bila dahulu Bani israil dilaknat lantaran hanya mau berilmu tanpa mau beramal, sedangkan kaum Nashrani dicap sebagai sesat karena hanya mau beramal tanpa mau berilmu.

Rasulullah Saw telah menanamkan nilai-nilai ini kepada ummatnya. dari Anas berkata: Rasulullah Saw mendengar sebuah suara lalu bertanya: "Apa ini?", orang-orang berkata: "Mereka sedang menyetek pohon kurma", Rasulullah Saw lantas bersabda: "Kalau saja mereka meninggalkan hal tersebutalias tidak menyetek niscaya lebih baik", lalu mereka tidak lagi menyetek hingga menghasilkan kurma yang jelek, Kontan Nabi Saw bertanya: "Nasib apa yang menimpa kalian?", mereka menjawab: "Mereka meninggalkan stek karena mengikuti apa yang Tuan katakan", maka Rasulullah Saw bersabda: "Jika ada sesuatu yang berkaitan dengan urusan dunia,, maka kalian lebih tahu tentangnya, sebaliknya jika berkaitan dengan urusan agama, maka kembalilah kepadaku." (H.R. Ahmad, No: 12086)

Membangun moral dalam efisiensi dana
Saat potret dunia profesionalisme kerja dicoreng oleh ketidak becusan dalam menganggarkan dana kegiatan, ketika penghabisan dana lebih didahulukan daripada penggunaan secara tepatguna, tatkala limpah ruah dana begitu menggoda tuk bercakrawala merekayasa agenda, Islam menanamkan moral untuk mengefisienkan dana, sebab pertanggung jawabannya kelak berbeda dari yang lainnya, yaitu darimana di dapat dan untuk apa digunakan?

Rasulullah Saw telah mempelopori memberi contoh dalam hal ini, dari Anas bin Malik bahwa Nabi Saw mendapati satu biji kurma, maka beliau pun bersabda: "Sekiranya kurma ini bukan dari harta sedekah, niscaya aku akan memakannya." (H.R. Muslim, No: 1781), ketegasan seperti ini pula yang diterapkan kepada  Ibnul Utbiyah seorang petugas penggalang dana shodaqoh dari bani Asad tatkala berkata:"Inibagimu, daninihadiahbagiku." SecaraspontanNabishallallahu 'alaihiwasallamberdiridiatasminbarkemudianbersabda; "adaapadenganseorangamil zakat yang kami utus, laluiadatangdenganmengatakan; iniuntukmudaninihadiahuntukku! Cabalahiaduduksaja di rumahayahnyaataurumahibunya, dancermatilah, apakahiamenerimahadiahataukahtidak? (H.R. Bukhori, No: 6639)

Membangun moral dalam Optimalisasi jabatan dan potensi
Banyak yang menyangka bahwa jabatan sebagai prestise, sehingga banyak yang sibuk memperebutkannya tanpa memikirkan kelayakannya. Banyak yang lebih memikirkan keuntungannya daripada pertanggung jawabannya. Islam hadir memperbaiki persepsi, bahwa jabatan adalah amanah yang harus dipertanggung jawabkan, ia akan berfungsi baik manakala potensi tercurah dengan baik. Maka Rasulullah Saw melarang memberikan jabatan kepada seseorang yang ambisi mendapatkannya, sebagaimana Beliau juga melarang jabatan itu diserahkan kepada yang bukan ahlinya, Beliaubersabda: "Apabilasudahhilangamanahmakatunggulahterjadinyakiamat". Orang itubertanya: "Bagaimanahilangnyaamanatitu?" NabiSawmenjawab: "Jikaurusandiserahkanbukankepadaahlinya, makaakantunggulahterjadinyakiamat". (H.R. Bukhori, No: 57)

(Dikutip dari web dakwahkantor.com, semoga bermanfaat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar