Rabu, 22 Juli 2009

K I D U N G CintA


”Ketika dia mengatakan menyukaimu, pada saat itulah persaudaraan selesai”, kata Oemar seenteng kapas. Aminah terpana, semudah itukah?. Ah!, Oemar tak akan pernah mengerti, ................. semua orang takkan pernah mengerti, seperti dirinya yang tak pernah mengerti kenapa persaudaraan yang sudah berjalan begitu lama harus pupus hanya karena Iqbal punya perasaan lain. Aminah sangat marah, ia merasa di khianati, ternyata Iqbal tidak jujur selama ini, dan tak ada kebencian yang melebihi dari pada semua itu.

”Kau punya hak untuk membencinya, tapi Iqbal juga punya hak untuk menyukaimu, kau harus sadari itu” lanjut Oemar. Untung hari sudah temaram, hingga Oemar tidak tahu bara dimata Aminah, kalau saja mata itu bisa membakar, mungkin padang rumput didepan mereka akanmeranggas. Tiba-tiba saja Aminah merasa bosan bersahabat dengan Oemar.

Aminah merenung, kalau Oemar yang sudah dianggap sahabat terdekatnya saja nggak bisa diajak kompromi lalu siapa lagi yang bisa diajak ngomong, untung ia masih bisa berbagi rasa dengan lagu-lagu Raihan, walaupun dalam bentuk bentuk benda mati, setidaknya ada damai disetiap ia mendengar Raihan bersenandung. Tiba-tiba Aqminah jadi ingat Ghiffari, senyum tipis menghiasi bibirnya.


Setiap mengingat Ghiffari, seakan ada badai dihatinya, anehnya ia menyukai itu. Hanya Ghiffari yang memiliki ”Great Point” diantara sekian orang yang dikenalnya, tapi untuk memiliki Ghiffari?, membayangkan saja Aminah tak berani. Banyak hal yang membuatnya merasa asing setiap berhadapan dengan Ghiffari. Pucuk-pucuk cemara didepannya meliuk-liuk diterpa angin sore, sementara beberapa daunnya jatuh entah kemana.


Aminah makin menerawang, kalau saja aku diberi kesempatan untuk memilih?, keluhnya. Kadang, kalau membutuhkan sesuatu sepertinya sia-sia, sementara mencoba menikmati apa yang sudah begitu susahnya, mata Aminah terasa panas. Alangkah susahnya membelokkan sebuah asa yang terlanjur membatu, alangkah sulitnya menghancurkan sebuah rentang yang terlanjur membeku. Mungkin Ghiffari hanya sebuah kidung, kidung yang tak pernah selesai.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar