Rabu, 16 Desember 2009

DZIKRUL MAUT : Muhassabah Akhir Tahun 1430H



Saudaraku,
Mati, sesungguhnya merupakan masalah yang amat besar. Seseorang, sebenarnya tak dapat lalai dari kematian kecuali lantaran sedikitnya mereka memikirkan dan mengingat masalah kematian yang besar itu sendiri. Atau, mungkin mereka mengingat kematian dalam kondisi hati yang lalai, sehingga tak bisa menarik ‘ibrah bahkan tak menimbulkan rasa takut dalam jiwa dari sikap tersebut. Abu Hurairah ra meriwayatkan sabda Rasulullah SAW: “Perbanyaklah mengingat yang menghancurkan kelezatan, yaitu mati.” (HR. Turmudzi, Nasa’I dan Ibnu Majah)

Adalah Ibnu Umar ra, bila mengingat mati, tubuhnya bergetar seperti bergetarnya burung. Beliau sering mengumpulkan para fuqaha di malam hari, dimana mereka saling mengingat-ingat mati dan hari kiamat sampai mereka menangis. Seolah-olah dihadapan mereka ada jenazah.
Diriwayatkan pula tentang Umar bin Abdul Azis, yang tubuhnya bergetar sambil menangis. Ketika ditanya keluarganya tentang sebab tangisan itu, Umar bin Abdul Azis menjawab: “Aku mengingat jika saatnya manusia selesai dihisab dihadapan Allah, sebagian mereka ada yang ke surga dan sebagian lain ada yang ke neraka.”

Saudaraku,
Hasan al-Bashri berkata: “Yang akan mencemarkan kematian adalah dunia, ia tidak meninggalkan kebahagiaan bagi orang yang tinggal didalamnya. Hati manusia takkan mengingat kematian kecuali bila dunia menjadi kecil di hadapannya, dan menjadi hina baginya semua yang ada di dalam dunia.”

Hamid al_Qaishari berkata: “Setiap kita telah yakin dengan mati, namun kita tak melihat seseorang yang bersiap diri menghadapinya. Setiap kita telah meyakini surge, namun kita tak mendapati orang yang bekerja untuk memperolehnya. Setiap kita telah meyakini adanya neraka, namun kita tak melihat orang yang takut akan siksaannya. Apa yang menjadikan kalian bahagia? Dan apa yang kalian nanti? Mati. Ia adalah ketentuan allah yang pertama tentang kabaikan atau keburukan!”

Syamith bin ‘Ajlan berkata: “Barangsiapa yang selalu mengingat mati, ia takkan peduli dengan kesempitan atau keluasan dunia “


Ibnu Umar ra berkata: “Bila datang waktu sore, maka jangan kau nantikan waktu pagi. Dan bila datang waktu pagi, jangan kau nantikan waktu sore. Gunakanlah saat sehatmu untuk sakitmu dan saat hidupmu untuk saat matimu.“
Saudaraku,
Sesungguhnya, kematian itu lebih dahsyat dan lebih sakit dari pada pukulan pedang. Seseorang yang dipukul oleh pedang akan berusaha untuk berteriak agar dapat mengkondisikan serta mempertahankan kekuatannya. Adapun kematian, maka seseorang tak lagi dapat berteriak, lantaran telah putus suaranya oleh kepedihan dan rasa sakit yang luar biasa. Rasa sakitnya yang sudah melampaui batas telah mematikan hati serta seluruh anggota tubuhnya, sampai seseorang taklagi memiliki kekuatan untuk berteriak kesakitan. Ia bahkan lebih menginginkan tidak berteriak, mengaduk dan meminta tolong. Ketika itu, ruhnya ditarik dari seluruh pori-pori badannya, semua anggota tubuhnya mati secara bertahap. Kedua telapak kakinya dahulu yang menjadi dingin…………lalu menjalar kepada kedua betisnya…………..lalu dua pahanya………dan terus merambat sampai ke tenggorokannya, saat itulah pandangannya terputus dari dunia dan isinya, dan ditutuplah pintu taubat untuknya.

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah menerima taubat dari seorang hamba sebelum ruhnya sampai ketenggorokan.” (HR. Turmudzi, Ibnu Majah, Ahmad).

Dalam haditsnya yang lain Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya seorang muslim mu’min bila datang saat kematiannya, ia akan diberi kabar gembira dengan ridha Allah dan karamah-Nya, tak ada sesuatupun yang yang lebih dicintai dari apa yang ada di hadapannya. Adapun bila orang itu masuk neraka, Allah akan menutup orang tersebut dengan keburukan, dan Allah memberikan kabar gembira kepadanya pada saat tersebut.” (HR. Bukhari Muslim).

Saudaraku,
Dalam semua keadaan Rasulullah SAW adalah figure yang paling baik. Tak ada satupun makhluk yang paling dicintai Allah kecuali Rasulullah SAW, akan tetapi Allah tidak mengakhirkan sedikit pun ketika tiba saat ajalnya. Dia saat menjelang wafatnya, Rasulullah mengalami penderitaan yang cukup berat. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih nya, dari hadits Aisyah ra berkata: “Adalah dihadapan Rasulullah menjelang wafatnya sebuah wadah atau tempat air. Rasul mencelupkan tangannya ke dalam wadah air tersebut membasuk mukanya dengan air, sambil berkata: “Laa ilaaha illaLlah, sesungguhnya maut itu memiliki ada saat-saat sekarat.” (HR. Bukhari, Ahmad dan al-Baghawi).

Dalam riwayat lain, dikatakan dari Anas ra berkata: “Tatkala Rasulullah merasakan penderitaan menjelang wafatnya, Rasulullah memejamkan matanya oleh rasa sakit. Saat itu Fathimah ra berkata kepadanya: “Demikian sulitkah wahai ayah?” Lalu Rasul bersabda: “Tak aka nada kesulitan lagi bagi ayahmu setelah saat ini.” (HR. Bukhari).
Saat Rasulullah SAW wafat dan badannya masih bersandar di badan Aisyah ra dalam sebuah selimut lusuh, kain sarung kasar. Fatimah ra berdiri dan berkata:

“Wahai ayah
Ia telah memenuhi panggilan Rabbnya.
Wahai ayah
Surga firdauslah tempat kembalinya
Wahai ayah
Jibril datang memberitakan kematian
Wahai ayah
Betapa kedekatannya kepada Rabbnya.”


Saudaraku,
Mari merenung di detik ini. Berbicara pada diri sendiri. Apakah amal-amal kita selama setahun itu diterima Allah SWT? Khawatirkah kita bila ternyata amal-amal kita selama ini tidak diterima?
Ibnu Mas’ud ra kerap bertanya kepada saudara-saudaranya: “Siapa di antara kita yang amal-amalnya diterima Allah SWT, kami akan beri selamat kepadanya. Siapa di antara kita yang amal-amalnya ditolak oleh Allah SWT, kami turut berduka cita kepadanya.”

Mari pejamkan mata. Tundukkanlah hati dan bathin. Tenggelamkan semua perasaan kita di hadapan kemuliaan dan kuasa Allah yang tak ada batasnya. Bicaralah pada diri sendiri saudaraku. Apa yang sudah kita lakukan dalam hari-hari kemarin?

Saudaraku,
Lalu, bagaimana bila maut menjemput kita?
Apa yang telah kita persiapkan,
Sementara kemaksiatan masih menggelayut ditubuh kita,
Sementara kamunafikan masih setia menemani kita,
Dan perbuatan zhalim masih senang kita lakukan.
Mampukah kita menyambut sakratul maut?
Sementara Rasulullah SAW yang dijanjikan oleh Allah SWT masuk sorga, saat sakratul maut pun merasakan kedahsyatan sakitnya,
Dan dalam sabdanya Rasulullah menjelaskan : “ Sakitnya sakratul maut itu kira-kira tiga ratus sakitnya pukulan pedang.” (HR. Ibnu Abid Dunya).
Bagaimana dengan diri ini?
Ketika merasakan saat sakratul maut, padahal kita tidak dapat menjanjikan sebagai penghuni sorganya Allah.

Apakah melihat kenyataan seperti itu,
Kaki-kaki kita masih berat melangkah ke tempat majelis ilmu?
Tangan-tangan kita masih berat untuk memberikan sedekah?
Otak kita masih enggan memikirkan kemajuan dakwah kedepan?
Diri ini masih enggan membantu yang kesusahan?

Mari……….Saudaraku,
Kita tutup lembaran tahun 1430H dengan pandai-pandai mengambil himah,
Dan kita isi lembaran baru di tahun 1431H dengan sesuatu yang bermanfaat bagi diri, keluarga, ummat, perusahaan tempat kita mencari nafkah dan agama.
Agar nantinya kita selamat dunia dan akhiirat.

Saudaraku,
Kututup warkah ini,
Semoga kita senantiasa menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain.

1 komentar:

  1. ass wr wb,membaca tulisan bang troy, membuat kuduk berdiri. takut. takut krn sepanjang hidup msh terlalu banyak nikmat duniawi yg terpikirkan. sedang mati yg pasti datang msh sedikit untuk diingat. andai ia datang menjemput, apakah ada artinya diri ini dihadapan Illahi ya bang? semoga kelak kita khusnul khotimah ya bang, amien. wass

    BalasHapus